Minggu, 22 Januari 2012

Pengelolaan Perdarahan Post Partum


MODALITAS  PENGELOLAAN PERDARAHAN POST PARTUM.

Made Kornia Karkata
Divisi Fetomaternal Bagian/SMF Obstetri Ginekologi
FK Unud / Rsup Sanglah Denpasar.

Seminar Bidan se Bali , Nari Graha ;Denpasar 24 Juni 2010.

PENDAHULUAN ( 1,2,3,4 )
           
            Perdarahan post partum (PPP) adalah perdarahan yang mencapai 500 ml atau lebih setelah bayi lahir. Dibedakan pada PPP primer / dini yang terjadi dalam 24 jam pertama dan PPP sekunder /lanjut, yang terjadi setelah 24 jam . Pada umumnya PPP primer lebih berat dan lebih tinggi tingkat morbiditasnya dan mortalitasnya dibandingkan yang sekunder. PPP masih merupakan ¼ dari kausa kematian ibu (AKI) di seluruh dunia terutama di negara sedang berkembang. Penyebab klasiknya adalah : atonia uteri, robekan jalan lahir, sisa plasenta dan dalam kondisi yang amat jarang, yang diakibatkan oleh gangguan mekanisme pembekuan darah. Masalah ini sudah sering dibicarakan tetapi kadang kala masih ada ketidak-sepakatan tentang urutan  langkah-langkah intervensi yang harus diambil , metode terbaik pilihan dan syarat-syarat yang diperlukan supaya tindakan menjadi aman. Secara internasional, WHO telah melakukan Technical Consultation on The Prevention of Post Partum Hemorrhage di Jenewa pada bulan Oktober 2006. Telah dikenal uterotonika, pertolongan aktif kala tiga, pemakaian prostaglandin dan turunannya sampai tindakan radikal bedah operatif menyebabkan masalah ini dibicarakan lagi untuk mencari tuntunan praktis yang berbasis bukti. Kalaupun terhindar dari kematian , PPP tetap menyisakan morbiditas berupa anmemia kronis, penyembuahan yang lama, mudahnya kena infeksi sampai histerektomi serta nekrosis lobus anterior hipofise ( syndrome Seehan) serta dampak sosiopsikologis.  
            Kegagalan dalam pertolongan terhadap PPP sering dihubungkan dengan adanya 3 terlambat berupa : terlambat mengambil keputusan/merujuk ; terlambat sampai di tempat rujukan dan juga terlambat mendapat pertolongan yang adekwat di tempat rujukan. Evaluasi menyeluruh menyatakan bahwa AKI karena PPP disebabkan oleh “too little done and too late”  Meskipun tindakan bedah merupakan pilihan terakhir maka perlu dibicarakan apa indikasinya, kapan dilakukan dan apa saja modalitasnya.
           
FAKTOR RISIKO DAN ETIOLOGI(1,4,5,6 )

        Tabel 1. Faktor risiko untuk perdarahan pasca salin


Faktor risiko                                              Risiko PPS
                                              
                                                  Penelitian retrospektif                    Penelitian prospektif
                                                 Odds ratio (rentang)                     Risiko relative (99%CI)

------------------------------------------------------------------------------------------------------------
PPS sebelumnya                         2,9 – 8,4
Kehamilan ganda                        2,8 – 4,5                                     4,5 ( 3,0 – 6,6 )
Preeklamsia                                2,2 – 5,0                                      1,2 ( 0,3 – 4,2 )
                                                                                                       1,7 ( 1,2 – 2,5 )
Kala III memanjang                    3,5 – 7,6
Kala II memanjang (>20 mnt)    2,9 – 5,5
Fase aktif memanjang                 2,4 – 4,4
Episiotomi                                  1,6 – 4,7                                       2,1 ( 1,4 – 3,1 )
Usia ibu >35 thn                         3,0                                                1,4 ( 1,0 – 2,0 )
Anestesi umum                           3,0
 Kegemukan                                3,1                                                1,6 ( 1,2 – 2,2 )
Khorioamnionitis                        2,7
Seksio sesaria sebelumnya          2,7
Multiparitas                                1,5                                                 1,1 ( 0,6 – 2,1 )
Abrupsio plasenta                         -                                                  12,6 ( 7,6 -20,9 )
Plasenta previa                             -                                                   13,1 ( 7,5 – 23,0 )
Retensio plasenta                         -                                                    5,2 ( 3,4 – 7,9 )
Persalinan > 12 jam                      -                                                    2,0 ( 1,4 – 2,9 )
Demam saat persalinan  >380       -                                                     2,0 ( 1,03 – 4,0 )
Berat lahir > 4 kg                         -                                                      1,9 ( 1,4 – 2,6 )
Induksi persalinan                        -                                                     1,7 ( 1,7 – 3,0 )


Etiologi PPP sudah disebutkan diatas yaitu 4 T :  tonus , trauma , tissue dan gangguan thrombin. Dan atonia uteri adalah penyebab paling banyak 70% dari PPP.


PENCEGAHAN PENATALAKSANAAN AKTIF KALA III (1,3,4,5)
( rekomendasi grade A).

  • memberikan oksitosin 10 IU intramuskuler semenit setelah bayi lahir.
  • Melakukan peregangan tali pusat terkendali dengan melakukan traksi berlawanan setinggi os pubis.
  • Masase uterus.
  • Jika tidak terjadi penurunan plasenta, traksi dihentikan dan tunggu kontraksi selanjutnya.
  • Setelah plasenta lahir, masase fundus uteri setiap 15 menit selama 1 jam untuk merangsang kontraksi.

DIAGNOSIS (1,4,5,6,7 )

            Kepastian jumlah darah dalam penentuan PPP primer masih tetap menjadi masalah. Diperkirakan 50% kasus PPP adalah underestimated karena kesulitan mengukur jumlah darah yang keluar secara akurat.


Tabel  1. Gambaran Klinis PPP


Derajat
Syok



Kompensasi
Ringan
Sedang
Berat
Jml darah yg keluar
500 – 1000 cc
(10-15%)
1000 – 1500 cc
(15 – 25%)
1500 – 2000 cc
(25 – 35%)
2000 – 3000 cc
(35 -45%)
Perubahan tekanan darah (tekanan sistolik)

Sedikit menurun (80 – 100 mmHg)
Penurunan yang jelas (70 -80 mmHg)
Sangat menurun (50 -70 mmHg)
Gejala dan tanda
Palpitasi, pusing, takikardia
Lemah, berkeringat, takikardia
Kelelahan, pucat, oligouri
Kolaps, sesak , anuria

Sumber (4)

PENATALAKSANAAN PPP ( 1,4,5,6,8,9,10,11,12,13,14  )

            Tahapan penatalaksanaan perdarahan pasca salin berikut ini dapat disingkat dengan istilah : HAEMOSTASIS.  Setiap kasus PPP berisiko meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada ibu sehingga kondisi ini perlu diinformasikan kepada keluarga beserta tahapan-tahapan resusitasi yang akan dilaksanakan. Harus dipastikan bahwa proses ini diakhiri dengan penandatanganan informed consent.
            Bila berhadapan dengan perdarahan yang terus berlangsung klinisi harus segera menentukan penyebab perdarahan sambil melakukan resusitasi (step 1)

  1. ask for HELP. Segera memninta pertolongan, atau dirujuk ke rumah sakit bila persalinan di bidan/PKM. Kehadiran SpOG, bidan, ahli anasthesi dan hematologist sangat penting. Pendekatan multidisipliner dapat mengoptimalkan monitoring dan pemberian cairan. Monitoring elektrolit dan parameter koagulasi adalah data yang penting untuk penetuan tahap berikutnya.
  2. Assess and resuscitate. Penting sekali untuk segera menilai jumlah darah yang keluar seakurat mungkin dan menentukan derajat perubahan hemodinamik. Lebih baik overestimate jumlah darah yang hilang dan bersikap proaktif daripada underestimate dan bersikap menunggu/pasif. Nilai tingkat kesadaran, nadi, tekanan darah, dan bila fasilitas memungkinkan, saturasi oksigen harus dimonitor. Saat memasang jalur infuse dengan abbocath 14G – 16G, harus segera diambil specimen darah untuk pemeriksaan Hb, profil pembekuan darah, elektrolit , golongan darah serta crossmatch. (RIMOT = resusitasi, infuse 2 jalur, monitoring keadaan umum, nadi dan tekanan darah, oksigen dan pendekatan tim). Diberikan cairan kristaloid dan koloid secara cepat sambil menunggu hasil crossmatch.
  3. Establish etiology , Ensure Availability of Blood. Sambil melakukan resusitasi juga dilakukan upaya menentukan etiologi PPS. Nilai kontrksi uterus, cari adanya cairan bebas di cavum abdomen, bila ada risiko rupture (pada kasus bekas seksio atau partus buatan yang sulit), atau bila kondisi pasien lebih buruk dari pada jumlah darah yang keluar.Harus dicek ulang kelengkapan plasenta dan selaput plasenta yang telah berhasil dikeluarkan. Bila perdarahan terjadi akibat morbidly adherent placentae saat seksio sesarea dapat diupayakan hemostatic sutures, ligasi arteri hipogastrika dan embolisasi arteria uterine. Keadaan ini sering terjadi pada kasus plasenta previa pasca seksio sesarea.
  4. Massage the uterus . Perdarahan setelah plasenta lahir harus segera ditangani dengan masase uterus dan pemberian obat-obatan uterotonika. Bila uterus tetap lembek harus dilakukan kompresi bimanual interna dengan menggunakan kepalan tangan kanan didalam uterus dan telapak tangan kiri melakukan masase fundus uteri.
  5. Oxytocin infusion / Prost glandin. Dapat diberikan oksitosin 40 Unit dalam 500 cc. normal saline dan dipasang dengan kecepatan 125 cc/jam . Hindari kelebihan cairan karena dapat menyebabkan edema pulmoner hingga edema otak yang pada akhirnya dapat menyebabkan kejang karena hiponatriemia. Hal ini timbul karena efek antideuretic hormone (ADH)-like effect dan oksitosin. Jadi monitoring ketat keluar masuknya cairan sangat penting dalam pemberian oksitosin dosis besar. Bila PPP tidak berespon dengan pemberian ergometrin dan oksitosin, dapat diberikan misioprostol 800 – 1000 ug per-rektal. Selain itu perlu diberikan transfusi darah atau fresh frozen plasma (FFP) untuk menggantikan factor pembekuan yang turut hilang. Direkomendasikan pemberian 1 liter FFP ( 15 ml/kg ) setiap 6 unit darah. Pertahankan trombosit diatas 50.000; dan bila perlu diberikan transfuse trombosit.. Cryoprecipitat direkomendasikan bila terjadi DIC yang ditandai dengan kadar fibrinogen < 1gr/dl ( 10 gr /L).
  6. Shift to theatre. Bila perdarahan masih tetap terjadi , segera pasien dievakuasi ke ruang operasi. Pastikan untuk menyingkirkan sisa plasenta atau selaput ketuban dan kalau perlu dengan eksplorasi kuret. Kompresi bimanual dilakukan selama ibu dibawa ke ruang operasi.
  7. Tamponade or uterine packing. Bila perdarahan masih berlangsung setelah langkah langkah diatas, pikirkan juga kemungkinan adanya koagulopati yang menyertai atonia yang refrakter. Tamponade uterus dapat membantu mengurangi perdarahan. Tindakan ini juga dapat memberi kesempatan koreksi factor pembekuan. Segera libatkan tambahan tenaga dokter spesialis kebidanan dan hematologist dan persiapan ruang ICU. Dapat dilakukan pemasangan Sengstaken Tube  yang mempunyai nilai prediksi positif 87%. Variasinya bisa dipakai Sengstaken Blakemore Oesophageal Catheter (SBOC) atau dapat dipakai Rush Urological Hydrostatic Baloon dan Bakri SOS Baloon. Biasanya dimasukkan 300 – 400 cc cairan untuk mencapai tekanan yang cukup adekuat sehingga perdarahan berhenti. Atau yang paling sederhana dan murah adalah tamponade memekai kondom-kateter, yang bisa temporer atau final tergantung masih ada perdarahan atau tidak.
  8. Apply compression suture. Pertimbangan untuk bedah konservatif maupun radikal adalah sangat krusial , kritis dan perlu banyak pertimbangan. Perkiraan darah yang telah hilang, yang masih berlangsung , keadaan hemodinamik dan paritas memerlukan keputusan yang tepat dan cepat.  B-Lynch suture dianjurkan dengan memakai chromic catgut no. 2 atau Vicryl 0 (Ethicon). Cara ini dipilih bila tes dengan manual kompresi berhasil menghentikan perdarahan.  Cara ini banyak dikembangkan modifikasi disesuaikan dengan fasilitas dan cara mengerjakan yang lebih simple.
  9. Systemic Pelvic Devascularization : ligasi arteria uterine  atau ligasi arteri hypogastrica.
  10. Subtotal or total abdominal hysterectomy. Tujuannya untuk menyelamatkan nyawa dan diutamakan pada ibu yang sudah mempunyai anak cukup (complete family).

** Bila tindakan medis tak berhasil maka tindakan bedah dapat dilakukan sesuai dengan urutan diatas yang terdiri dari pilihan : tamponade utrus; ligasi arteri uterine ; ligasi arter iliaca /hypogastric  ; tehnik suture kompresi dan terakhir dengan tindakan histerektomi.

PENGALAMAN MENGHADAPI  PPP

            Sering kita berhadapan dengan kasus PPP yang terjadi pada kehamilan risiko rendah. Kadang kala persalinannya “kelihatan normal” tetapi post partum mengalami syok. Diingatkan untuk TIDAK menunggu jumlah perdarahan sampai 500 cc atau lebih baru melakukan tindakan. Dalam kasus perdarahan, jangan percaya orang lain, lihat kasusnya sendiri dan lakukan penilaian saat itu. Yang sering terjadi operator karena ragu lalu memerlukan waktu lama sampai memutuskan untuk melakukan rujukan / masuk ke kamar operasi atau mengambil tindakan. Terkadang kondisi jarak RS rujukan dan kondisi internal RS rujukan bisa menghambat dalam mengambil tindakan. Padahal kehilangan darah adalah time dependence. PPP adalah gawat darurat sehingga apapun yang akan dikerjakan sebaiknya dilakukan di kamar OK dengan pendekatan multidisiplin lengkap. Pemberian cairan yang masif , oksigenasi yang cukup sambil monitoring hemodinamik serta analisa gas dan elektrolit serta monitoring terjadinya akan terjadinya MODS atau MOF memerlukan tempat intensif. Sering sekali pada akhir perjalanan disimpulkan bahwa terjadi : too little done and too late atau early under-treatment and late over-treatment yang berakhir gagal.

SAMPAI DIMANA WEWENANG DAN PERAN BIDAN? ( 2,4 )

Uk pemberan obat lebih cepat.tempat rujukan serta berbagai fasilitas lain yang tersedia maka untuk profesi bidan dapat dikerjakan dan dipertanggung-jawabkan hal hal sebagai berikut :

  1. hindarkan melayani ibu hamil yang mempunyai riwayat HPP sebelumnya terutama karena HPP oleh atonia uteri.
  2. Kenali risiko terjadinya PPP antara lain : grandemultigravida; kehamilan dengan uterus overdistension; pada kehamilan ganda, kehamilan dengan hydramnion, keadaan umum ibu yang sangat lemah (kurus kurang gizi, anemia ); anak besar dan lain lain.Untuk keselamatan sebaiknya dilakukan rujukan.
  3. memperlakukan penataan aktif kala III
  4. k/p segera membuka venous line untuk koreksi cairan maupun unt
  5. segera pemberian uterotonika , oksitosin dan ergometrin secara im atau iv
  6. segera melakukan masase eksternal maupun bimanual
  7. pemasangan infuse  dengan cairan RL / PZ  minimal 4 kali jumlah darah yang hilang (kalau perlu 2 venous line)
  8. dapat memberikan misoprostol 800 ugr perrectal
  9. pemasangan kondom-kateter . Tindakan ini bisa temporer dan bisa final tergantung berhasil tidaknya menghentikan perdarahan yang terjadi.
  10. rujukan tetap dengan cairan dan tabung oksigen serta membawa donor darah yang sesuai golongan darahnya.

ALGORITMA PENANGANAN PPP OLEH HIMPUNAN FETO-MATERNAL( 4,15 )

( terlampir )


RUJUKAN

1.      Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC, Wenstrom KD (Eds) : Williams Obstetrics, 22nd Edition 2005 , Chapter 35 Obstetrical Hemorrhage  : 809 – 49

2.      Kornia Karkata , Sepidiarta . Pergeseran Kausa Kematian Ibu Bersalin di RSU Sanglah Denpasar, Selama lima tahun 1996 – 2000; Maj Obstet Ginekol Indones Vol 30 No 3 Juli 2006 : 175 – 78

3.      WHO Recommendation for the prevention of Post partum Haemorrhage. Geneve , 2006

4.      Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI . Pedoman Pengelolaan Perdarahan Pascasalin di Indonesia. Agustus 2009.

5.      Ramanathan G, Arulkumaran S. Post partum hemorrhage. J Obstet Gynaecol Can 2006; 28(11) : 967-7 Anderson JM, Etches ED. Prevention and management of postpartum hemorrhage. Am Fam Physician 2007; 75: 875-82

6.      NSW Pregnancy & Newborn Services Network. Framework for prevention, early recognition and management of postpartum hemorrhage . November 2002, NSW Health Dept.Sidney 2002.

7.      Schuurmans N, MacKinnon C, Lane C, Etches D. Prevention and Management of Postpartum Hemorrhage. SOGC Clinical Practice Guidelines, J Soc Obstet Gynecol Can 2000;22(4):271-81

8.      B-Lynch, Coker A, Lawal AH, et al . The B-Lynch surgical technique for the control of massive post partum hemorrhage: an alternative to hysterectomy ? Five cases reported. Br J Obstet Gynecol 1997; 104: 372-5

9.      Hayman RG, Arulkumaran S, Sterr PJ. Uterine compresiion sutures : surgical management of postpartum hemorrhage. Obstet Gynecol 2002; 99:502-6

10.  B-Lynch C, Chez R. B-Lynch for control of Post partum Haemorrhage Contemporary Obstetrics and Gynecology. In : Magann E.F. Lanneau G.S. Third Stage of Labour. Obstet Gynecol Clin N Am 32 (2005) 323-332; 321-32.

11.  Dildy III GA. Postpartum Hemorrhage : New Management Options . Clinical Obstetrics and Gynecology ; 45 (2) : 330-344

12.  Bakri YN, Amri A, Abdul Jaffar F. Tamponade balloon for obstetrical bleeding. Int J Gynaecol Obstet 2001; 74:139-42

13.  Katesmark M, Brown R, Raju KS. Successful use of a Sengstaken-Blakemore tube to control massive post partum hemorrhage. Br J Obstet Gynecol 1994; 101:259-60

14.  Seror J, Allouche C, Elhaik S. Use of Sengstaken-Blakemore tube in massive post partum hemorrhage: a series of 17 cases. Acta Obstet Gynecol Scand 2005;84:660-4 

15.  Chandraharan E, Arulkumaran S. Management Algorith for Atonic Postpartum Haemorrhage. JPOG May/June 2005; (31)3: 106-12


* * *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar