Minggu, 22 Januari 2012

INFEKSI PADA KEHAMILAN


SKRINING INFEKSI PADA KEHAMILAN

Made Kornia Karkata
Divisi Fetomaternal Bagian Obstetri Ginekologi
FK UNUD / RSUP SANGLAH DENPASAR

PENDAHULUAN

            Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian perinatal (AKP) di Indonesia masih yang tertinggi          di Asean dan salah satu penyebab kematiannya adalah karena infeksi yang bisa didapat saat ibu hamil, bersalin dan masa  nifas (1,2,3).
Selama 5 tahun (1996-2000) di RSUP Sanglah,sudah terjadi penurunan AKI oleh karena infeksi  dari 38,09% (1972-1974) menjadi 14,30% (1988-1990) dan 12,5% (1996-2000). Demikian juga halnya pada AKP yang sudah menurun meskipun belum memuaskan(4). Karena hanya berdasarkan pemeriksaan klinis maka diagnosis infeksi tidak pernah diungkapkan tetapi erat hubungannya dengan ketuban pecah dini, persalinan kasep yang  menyumbang kematian perinatal 16-23%  dan bertanggung jawab pada kejadian kematian janin dalam kandungan sebesar 24,5 %. Cunningham dan Hollier menyebutkan  faktor fetus menyumbang sebanyak 25-40% sebagai penyebab kematian janin dalam kandungan, diantaranya oleh karena infeksi  virus, bakteria dan protozoa.(5 )
            Wanita hamil sama dengan saat tidak hamil bisa saja mengalami invasi oleh mikroorganisme seperti virus, bakteria dan protozoa, bahkan parasit sampai jamur. Meskipun mekanismenya belum jelas, tetapi secara alamiah telah  terjadi immunologic-tolerance pada wanita hamil karena sesungguhnya fetus adalah allograf yang membawa antigen ayahnya.  Kemampuan host melakukan respon imun tergantung kepada faktor jenis dan sifat dari antigen, faktor endogen seperti umur, keadaan umum, status nutrisi dan latar belakang genetik dan faktor luar seperti obat-obatan, radiasi,penyakit, trauma dan polusi.(6)
            Secara umum pada ibu hamil yang “sehat” kondisi ini tidak menyebabkan perbedaan dalam hal kemampuan untuk memberrikan respon terhadap invasi mikro organisme dari luar kecuali untuk beberapa keadaan tertentu. Telah dilaporkan , pada era sebelum ada vaksinasi polio maka insiden poliomyelitis lebih tinggi pada orang hamil. Demikian juga peningkatan insidens infeksi oleh virus hepatitis A dan B pada saat kehamilan. Beberapa jenis virus influenza lebih virulen pada wanita hamil, demikian juga primer infeksi oleh CMV lebih serius pada saat hamil dan kemungkinan besar untuk terjadi infeksi vertikal. Human papilloma virus (HPV) akan menunjukkan pertumbuhan papil yang lebih luas saat kehamilan meskipun akhirnya menghilang pasca persalinan. Demikian juga infeksi malaria akan lebih parah saat kehamilan, toksoplasma akan lebih berakibat pada infeksi pada anak dan juga peningkatan kejadian vaginal kandidiasis.(6,7,8,9,10,11)
            Oleh karena itu sesungguhnya perlu dilakukan skrining infeksi pada setiap ibu hamil untuk mengetahui keberadaan infeksi serta status imunitas ibu terhadap infeksi tertentu sehingga terhadapnya bisa dilakukan, salah satu dari, imunisasi, terapi definitif, pencegahan infeksi vertikal dan monitoring serta terapi lanjutan pada ibu dan bayi pasca kelahiran.



AKIBAT INFEKSI PADA IBU, KEHAMILAN , EMBRIO ATAU FETUS (3,6,7,8,9,10,11,12,13,14)

            Ibu hamil dengan infeksi sifilis berbagai stadium, Hepatitis B,  HPV atau HIV akan memerlukan monitoring dan pengobatan seumur hidupnya. Hepatitis kronis bisa menjadi sirosis hepatis dan bahkan kanker hati. HPV dalam jangka waktu lama bisa menjadi displasia , lesi pra-kanker dan selanjutnya menjadi kanker serviks invasif.
            Transmisi infeksi pada anak bisa terjadi saat hamil melalui infeksi vertikal lewat sirkulasi darah dan plasenta dan juga bisa secara asenden lewat serviks. Kedua juga bisa  saat persalinan lewat cara kontak dengan bahan ketuban, sekresi, darah dan feses yang terkontaminasi. Selanjutnya infeksi bisa terjadi saat nifas lewat laktasi, lesi kulit dan infeksi nosokomial.
            Infeksi pada fetus sering sekali dihubungkan dengan peristiwa abortus, kelahiran prematur, ketuban pecah dini, cacat bawaan bayi, pertumbuhan bayi terhambat dan kematian janin dalam kandungan (stillbirth), keadaan sepsis pada ibu serta infeksi kongenital pada fetus (persistent post natal infection) yang dapat berpengaruh pada kehidupan janin setelah lahir.  Cacat bawaan  bayi berupa katarak, retinopati, mikropthalmi, tuli dan retardasi mental, pengapuran intrakranial, khorioretinitis, ikterus dan splenomegali sering dihubungkan dengan adanya infeksi sifilis, infeksi TORCH.
Infeksi puerperalis dan sepsis neonatal sering dihubungkan dengan infeksi group betha steptokokus (GBS).


PEMERIKSAAN RUTIN ANTE NATAL (1,3,6,14,15)

            Pemeriksaan prenatal sebaiknya dilakukan sedini mungkin yang tujuannya adalah untuk mengetahui status  kesehatan ibu dan bayinya, menemukan patologi sedini mungkin, memperbaikinya serta menentukan umur kehamilan, mengikuti tumbuh kembangnya dan akhirnya menentukan  skenario persalinanya.
Pemeriksaan rutin itu meliputi : anamnesa keluhan semisal sakit kepala, gangguan penglihatan, sakit perut, mual muntah, perdarahan, panas serta keluar air ketuban dan lain lain . Pemeriksaan fisik dilanjutkan dengan penimbangan berat badan, pengukuran tekanan darah, kenaikan fundus uteri, pemeriksaan Leopold mengenai posisi dan presentasi bayi serta monitoring pergerakan serta suara jantung bayi.
            Pemeriksaan penunjang rutin yang dilakukan untuk mengawasi  perkembangan persalinan antara lain :

A. Pemeriksaan darah lengkap meliputi : hematokrit, Hb, leukosit dan penghitungan difrensial, kadar gula darah puasa serta 2 jam postprandial, golongan darah dan kalau perlu faktor Rh. Mestinya juga dilakukan tes serologi untuk sifilis (VDRL) dan titer antibodi terhadap rubella. Bila ada faktor risiko maka perlu juga skrining terhadap toxoplasma, HIV dan hepatitis B.
B. tes urine lengkap : untuk deteksi bakteriuria asimptomatik.dan selanjutnya harus dilakukan kultur bakteri dan tes sensitivitas.

C. tes Papanicolaou smear , disamping untuk diagnosis keganasan juga untuk mencari kuman Gonorrhoe dan klamidia.

D. hapusan dan kultur rekto-vaginal terhadap group betha streptokokus (GBS) dilakukan pada umur kehamilan 35-37 minggu. dan bila hasilnya positif maka harus segera diberikan terapi (ampicillin)  pada saat persalinan untuk mencegah sepsis neonatorum.
Semua test tersebut dilakukan pada saat pemeriksaan pertama dan sebagian diulang kembali pada umur kehamilan 15-20 minggu, 24-28 minggu dan sebagian kecil dilakukan pada umur kehamilan  29-41 minggu.  Beberapa tes seperti maternal serum AFP, serologi HIV sebaiknya ditawarkan dengan konseling yang intens.

APAKAH SKRINING INFEKSI  PERLU ? ( 1,6,7,17)

            Sebenarnya yang paling ideal adalah dengan melakukan skrining pra nikah  pada kedua calon pasangan atau bila sudah menikah sebaiknya melakukan pemeriksaan saat prekonsepsi sehingga dapat dilakukan terapi untuk infeksi yang sudah manifes atau melakukan imunisasi terhadap wanita yang rentan terhadap penyakit tertentu atau menunda sampai suatu kondisi yang aman untuk terjadinya kehamilan.
            Beberapa laboratorium besar menganjurkan pemeriksaan pra-nikah yang meliputi pemeriksaan : hematologi rutin , urine rutin, golongan darah (ABO) dan faktor Rhesus, kadar glukosa puasa, glukosa 2 jam pp, HbsAg, VDRL/RPR, analisa Hb (HPLC), anti Rubella IgG, CMV IgG.
            Beberapa pemeriksaan laboratorium tertentu bisa berguna untuk menilai komplikasi yang akan timbul saat kehamilan. Pemeriksaan penentuan status imun wanita hamil terhadap rubella, varicella, hepatitis B bermanfaat untuk menentukan apakah masih diperlukan vaksinasi atau tidak, Dalam siituasi yang terbatas , perlu dilakukan pemeriksaan Hemoglobin elekrophoresis  untuk menentukan sickle cell syndrome pada kelompok warga Amerika keturunan Afrika serta thalassemia untuk populasi di sekitar Mediterania dan Asia.
            Skrining infeksi sendiri mempunyai tujuan untuk mengetahui apakah ada faktor risiko atau tidak, apakah infeksi masih aktif sehingga perlu dilakukan terapi atau apakah infeksi sudah mengancam fetus dan bagaimana cara megatasinya ataukah harus dilakukan penundaan kehamilan atau tidak?
            Bila pada saat hamil sudah dijumpai tanda klinis infeksi maka perlu dilakukan test konfirmasi melalui tes kultur dan kepekaan kuman terhadap beberapa antibiotika , Selanjutnya dipilih antibiotika dengan sensitivitas yang tinggi dan non teratogenic.sehingga aman untuk kehamilan.
            Bila tidak ada gejala klinis maka pemeriksaaan skrining infeksi pada wanita hamil perlu mempertimbangkan hal hal sebagai berikut :(17)

  1. apakah prevalensi infeksi tersebut tinggi di suatu populasi?
  2. apakah menentukan diagnosis infeksi tersebut akan memperbaiki keluaran hasil kehamilan ? 
  3. apakah interpretasi terhadap tes ini mudah dan jelas ? Ataukah masih memerlukan tes konfirmasi yang lain ?
  4. apakah biaya pemeriksaannya sesuai atau sebanding dengan hasil yang diharapkan ?
  5. apakah hasil tesnya mempunyai spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi ?
  6. apakah hasil tes serta kebijakan yang akan diambil kira kira bisa dilaksanakan oleh pasien ?

TERHADAP JENIS INFEKSI YANG MANA? (6,7,8,13,17)

            Berdasarkan kriteria diatas maka yang dianggap perlu untuk dilakukan pemeriksaan skring infeksi rutin pada wanita hamil adalah kemungkinan adanya infeksi oleh sifilis, hepatitis B, HIV dan penentuan status imun rubella, infeksi chlamidia, gonorrhea dan GBS.  Sedangkan untuk infeksi TORCH secara umum masih kontroversial.
Yang tidak rutin :
  1. pemeriksaan TORCH kecuali ada intra uterine growth restriction (IUGR) simetris.
  2. bila ada riwayat kelahiran preterm perlu dilakukan pemeriksaan bacterial vaginosis

KEUNTUNGAN DAN KENDALA

            Sesungguhnya kalau pesyaratan untuk skrining dipenuhi maka tindakan skrining sangat bermanfaat dan memberikan asuransi keluaran kehamilan yang lebih baik. Yang menjadi masalah adalah bila ada keadaan klinis yang kausanya multi faktor shingga skrining menjadi salah satu cara eksklusi dan banyak menghabiskan biaya. Skrining mana yang perlu tergantung bagaimana kita menggali keterangan atau sejarah masa lalu dari ibu hamil beserta gabungan tanda-tanda bila sudah ada kelainan klinis. Hasil pemeriksaan akan memberikan manfaat besar termasuk juga akan menentukan bagaimana skenario cara persalinan dan juga memperhatikan ibu dan bayinya setelah lahir dan pertumbuhannya menjadi anak.

KESIMPULAN

            Skrining infeksi penyakit tertentu lebih baik dilakukan saat pra nikah atau pra-konsepsi. Bila dilakukan pada saat kehamilan haruslah berdasarkan pertimbangan prevalensi penyakit  di suatu tempat serta dampak buruknya terhadap kehamilan dan bayi. Pemeriksaan rutin hanya dilakukan untuk infeksi yang paling lazim terjadi atau bila terbukti ada gejala klinis untuk kepentingan terapi dan aspek pencegahan komplikasi. Skrining infeksi yang dimaksud adalah untuk : sifilis, gonorrhea, hepatitis B, HIV, chlamidia, HPV, rubella dan GBS. Selain dari hal itu pemeriksaan konfirmasi infeksi dilakukan atas dasar indikasi..



KEPUSTAKAAN

  1. Saifuddin AB, Adrianz G, Wiknyosastro GH, Waspodo D (Eds):  Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternaldan Neonatal. Edisi Pertama, Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2000 : 3-9.
  2. Kornia Karkata , Mayun Mayura: Kematian Ibu Bersalin di RSUP Sanglah Denpasar (Tinjauan selama 3 tahun, 1993-1995). Majalah Kedokteran Udayana (MKU) Tahun 27 No 93 Juli 1996: 180-185.
  3. Kornia Karkata . Kematian Janin Dalam Kandungan Tantangan Endemis Bagi Profesi Obsteteri. Orasi Pengukuhan Guru Besar Tetap Bidang Obstetri Ginekologi FK Unud , 8 September 2007-
  4. Kornia Karkata, Sepidiarta. Pergeseran Kausa Kematian Ibu bersalin di RSU Sanglah Denpasar, selama lima tahun 1996-2000. Maj Obstet Ginekol Indones Vol 30 , Juli 2006; 3: 175-78
  5. Cunningham FG, Hollier LM; Fetal Death , In : Williams Obstetrics, 20th Ed (Suppl 4) Norwalk, Conn , Appleton & Lange , Augusr/September 1997.
  6. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, HauthJC, Wenstrom KD (Eds): Williams Obstetrics., 22 nd Edition,2005. Infections, Chapter 56:1461-80
  7. Kornia Karkata; Pengelolaan Infeksi Torch Pada Kehamilan, Dalam Buku PKB Ilmu Kesehatan Anak VII and Workshop DHF, Sanur Juli 2006: 1-11
  8. Chiodo F; Venucchi G; Mori F; Attard L; Ricchi E.  Infective diseases during pregnancy and their teratogenic effects, Ann-Ist-Super-Sanita, 1993; 29(1):57-67 (Abstract).
  9. Goldenberg RL; Thomson C. The infectious origins of stillbirth. Am J Obstet Gynecol, 2003;189: 861-73(Abstract)
  10. Hagay ZJ; Biran G; Ornoy A; Reece EA. Congenital cytomegalovirus infection : A long standing problem still seeking a solution. Am J Obstet Gynecol , 1996;174:241-5 (Abstract).
  11. Gray RH, Wabwire-Mangen F,Kigozi G, et al : Randomized trial of presumptive sexually transmitted disease therapy during pregnancy in Rakai, Uganda. Am J Obstet Gynecol 185;1209: 2001.
  12. Enders G; Miller E; Cradock-Watson J; Bolley I; Ridehahlg M. Consequences of varicella and herpes zoster in pregnancy: Prospective study of 1739 cases. Lancet 1994; 343:1548-51
  13. Genc M, Ledger WJ: Syphillis in pregnancy . Sex Trans Infect 76;73,2000 (abstract
  14. Maxwell GL, Watson WJ: Preterm premature rupture of membranes : Result of expectant management in patients with cervical culture positive for goup B streptococcus or Neisseria Gonorrhoeae. Am J Obstet Gynecol 166: 945., 1992
  15. Schrag SJ, Fiore AF, Gonik B, et al : Vaccination and Perinatal Infection Prevention Practices Among Obstetrician Gynecologist. Obstet Gynecol 2003; 101:704-10
  16. Piper JM, Shain RN, Korte JE, et al: Behavioral interventions for prevention of sexually transmitted diseases in women: A physician’s perspective. Obstet Gynecol Clin North Am 30: 659 ,2003 (abstract)
  17. Schrag SJ, Arnold KE, Mohle-Boetani JC, et al : Prenatal screening for infectious diseases and opportunities for prevention. Obstet Gynecol 102; 753,2003.
* * * * *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar