Minggu, 22 Januari 2012

Anemia dalam Kehailan


ANEMIA DEFISIENSI BESI (ADB) PADA KEHAMILAN

Made Kornia Karkata
Divisi Fetomaternal Bagian Obstetri Ginekologi
FK Udayana

PENDAHULUAN ( 1,2,3,4,5,6 )

            Indikator keberhasilan pelayanan kesehatan obstetri di suatu negeri adalah seberapa jauh suatu lembaga mampu menurunkan angka kelahiran, angka kematian ibu dan angka kematian perinatal. Angka kematian ibu yang tinggi di negara sedang berkembang masih disebabkan oleh karena perdarahan, infeksi dan preeklampsia. Kematian ibu oleh karena perdarahan dan infeksi pada saat hamil, bersalin dan nifas diperburuk oleh keadaan anemia yang diderita sebelumnya. Yang paling sering terjadi adalah anemia karena kurangnya nutrisi termasuk kurangnya sat besi, asam folat dan vitamin B12. Prevalensi investasi cacing tambang yang cukup tinggi di Indonesia dan di Bali yang bervariasi antara 8.8 – 80%  berpengaruh erat dengan kejadian anemia defisiensi besi (ADB). Berbagai upaya pencegahan telah dilakukan pemerintah dengan program pemberian tablet besi selama kehamilan akan tetapi hasilnya belum memuaskan. Anemia akan meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi pada saat hamil, bersalin dan masa nifas. Dari berbagai macam penyebab anemia maka anemia yang paling sering dijumpai adalah anemia defisiensi besi. ( ADB).( 1,2,3)
Defisiensi besi bisa disebabkan berbagai hal antara lain : rendahnya masukan besi dalam makanan; adanya perdarahan akut maupun kronis ; adanya kelainan atau malabsorpsi pada saluran cerna serta menderita penyakit yang berlangsung lama. Masa yang paling rawan terjadinya ADB dalam siklus kehidupan manusia adalah pada masa anak balita , remaja dan masa reproduksi wanita terutama saat hamil, melahirkan dan nifas.

INSIDENS ANEMIA DEFISIENSI BESI ( 1,3,4,6,7,8 )

Malnutrisi protein-kalori serta defisiensi besi merupakan kasus defisiensi nutrisi terbanyak yang terjadi di negara terbelakang dan sedang berkembang. Kenyataannya prevalensi anemi terutama karena defisiensi sat besi masih ada tersebar di seluruh dunia dengan persentase berbeda. Diperkirakan 25% populasi dunia menderita ADB. Di negara yang sedang berkembang maka proporsi ADB lebih tinggi dan sering didapatkan pada masa anak anak dan wanita masa reproduksi. ADB pada wanita hamil bervariasi, mulai dari 18% di negara maju sampai 46.2% dan 63,5% di Indonesia.  (Muhilal dkk) dan 46,2% di Bali (Suega dkk,2002).
            Kebutuhan zat besi meningkat saat kehamilan untuk pertumbuhan janin, plasenta dan penambahan massa eritrosit. Simpanan besi yang tak mencukupi sebelum kehamilan akan menyebabkan ADB. Secara umum prevalensi ADB lebih sedikit pada kehamilan trimester 1 dan akan meningkat pada kehamilan trimester 2. ADB pada ibu hamil bisa karena diet yang kurang adekuat (protein, Fe , folat , B12) , gangguan absorpsi makanan,kehilangan darah oleh karena perdarahan dan infestasi cacing.  Sampai saat ini sudah diprogramkan pemberian gabungan preparat besi, asam folat, vitamin B12  pada ibu hamil selama 90 hari tetapi hasilnya belum memuaskan. Ditengarai adanya ketidak patuhan meminum obat disertai kemungkinan rendahnya cadangan besi yang dipunyai seorang ibu jauh sebelum adanya kehamilan.

FISIOLOGI DAN METABOLISME BESI ( 1,5,8,9,10 )

            Elemen besi dibutuhkan sebagai komponen non protein dalam hemoglobin eritrosit serta mioglobin dalam jaringan otot dan ada yang disimpan sebagai cadangan besi yang mempunyai fungsi : transportasi oksigen ; sebagai komponen dalam enzim dalam sel untuk produksi energi, untuk pertumbuhan somatik tubuh dan untuk pertumbuhan sel syaraf dan perkembangan kognitif. Secara umum pada orang dewasa terdapat rata rata 40 – 50 mg besi/ kg berat badan dan didistribusikan dalam 4 bentuk yaitu transferrin, transport iron dalam plasma, yang berikatan dengan protein. Kedua, sebagian besar (70%) sebagai bagian heme hemoglobin dalam eritosit dan 5% sebagai molekul myoglobin pada jaringan otot.  Ketiga, disimpan sebagai ferritin dan hemosiderin terutama di hati, limfa dan sumsum tulang dan yang keempat, sekitar 5% sat besi yang tersebar di seluruh sel sebagai komponen enzim oksidatif untuk produksi energi. Metabolisme besi mengikuti sistem tersendiri menyangkut absorpsi, transportasi, pemyimpanan sebagai cadangan besi dan ekskresinya. Nutrien makanan yang mengandung zat besi masuk sebagian sebagai heme-iron, jumlahnya 40% dari unsur hewan dan diabsorpsi dan transportasi secara utuh dengan cepat. Porsi yang lebih besar nonheme-iron berasal dari unsur nabati tumbuhan dan ditambah 60% dari unsur hewan yang diabsorpsi lebih lambat karena bentuk ikatan molekul organik.  
Penyerapan besi dipengaruhi oleh bioavailabilitasnya; derajat kekurangannya,  asiditas lambung serta adanya tidaknya bahan penghambat, infeksi serta kelainan sistem pencernaan. Penambahan vitamin C pada saat perut kosong akan meningkatkan absorpsi besi dari usus halus.  Setelah diserap besi ditransfer sebagai transferrin dan disimpan sebagai ferritin dan hemosiderin serta dieksresi saat ada perdarahan atau kerusakan sel.  Kalau kekurangan zat besi akan menjadi ADB (hipokromik mikrositik) dan kalau kelebihan (jarang) akan mengakibatkan hemosiderosis dan hemochromatosis
Pada kehamilan , volume darah akan meningkat bisa mencapai 40-45% lebih banyak dibandingkan keadaan sebelum hamil. Bertambahnya volume darah ini penting untuk memenuhi perubahan sistem vaskular pada uterus yang membesar dan melebar; untuk melindungi ibu dan bayi dari kemungkinan terganggunya arus vena balik akibat penekanan vena cava oleh uterus dan penting pula untuk koreksi kehilangan darah pada saat persalinan. Salah satu akibatnya akan terjadi pengenceran darah yang menyebabkan kadar Hb akan menurun. Pada akhir kehamilan ekspansi plasma berkurang sedangkan massa Hb akan terus meningkat, Setelah persalinan kadar Hb akan dipengaruhi oleh jumlah tambahan Hb pada saat hamil, jumlah perdarahan saat persalinan dan berkurangnya volume plasma post partum. Jumlah simpanan besi pada wanita dewasa normal adalah 2.0 – 2.5 gram dan pada saat hamil kebutuhan zat besi akan meningkat menjadi 1000  mg, dengan perincian sejumlah 300 mg untuk pertumbuhan janin dan plasenta, 500 mg untuk peningkatan massa eritrosit dan sekitar 200 mg diekskresi melalui feses, urine dan keringat.  Satu mililiter eritrosit normal membutuhkan 1,1 mg sat besi. Praktisnya kebutuhan besi ini sangat meningkat pada kehamilan trimester 2 dan 3 dan pada umumnya tidak akan bisa dipenuhi dari cadangan besi yang ada dan harus mendapat tambahan suplemen besi di luar diet normal.
Metabolisme besi sangat dinamis dan kompleks antara absorpsi, penyimpanan, penggunaan, transpor, penghancuran dan penggunaan kembali. Besi di absorpsi hampir di seluruh bagian usus halus dengan mekanisme mucosal block yang artinya bila kelebihan akan dikeluarkan lewat feses yang berwarna hitam. Hati mengeluarkan sejumlah apotransferin kedalam kandung empedu yang akhirnya dialirkan ke duodenum. Di usus halus transferin terikat pada besi bebas dalam makanan membentuk transferin yang kemudian terikat pada reseptor transferin pada sel mukosa usus. Kemudian dengan cara pinositosis transferin diabsorpsi dan dilepaskan ke dalam plasma darah dalam bentuk transferin plasma. Besi ini terikat pada bagian globulin dari transferin secara longgar hingga dapat dilepaskan pada sel sel jaringan tubuh yang membutuhkan.
 Di dalam sel di bawa ke mitokondria atau disimpan dalam bentuk feritin. Kelebihan besi disimpan pada semua sel tubuh terutama pada sel sel hati dan RES sumsum tulang dalam bentuk hemosiderin.Ketika eritrosit dihancurkan maka hemoglobin akan dilepaskan dan ditangkap oleh sel sel monosit makrofag. Besi yang dilepaskan akan disimpan kembali dalam bentuk feritin atau digunakan kembali untuk membentuk hemoglobin

FAKTOR RISIKO  ( 1,8,9, 10  )

            ADB paling sering dijumpai pada masa anak yang sedang tumbuh, remaja yang mulai mengalami menstruasi dan terlebih pada saat reproduksi. ADB bisa disebabkan oleh karena kondisi : kurangnya asupan besi; kehilangan darah karena menstruasi serta komplikasi kehamilan; patologi saluran cerna serta malabsorpsi dan akibat penyakit kronis (terutama pada usia lanjut) yang bisa diakibatkan oleh  infeksi, radang, arthritis serta gagal ginjal. Penyebab anemia paling sering pada kehamilan dan masa nifas adalah anemia karena defisiensi besi dan kehilangan darah saat persalinan. ADB pada kehamilan mudah terjadi oleh karena ibu hamil cadangan besinya rendah, muntah muntah saat hamil muda, gangguan menstruasi / menometrorrhagi sebelum hamil; jarak kehamilan yang terlalu pendek; kehamilan kembar; kehamilan pada remaja serta adanya perdarahan saat hamil baik karena abortus imminens atau perdarahan ante-partum berulang atau karena menderita ankilostomiasis.

DIAGNOSIS ( 1,5,8,10,11 )

            Pada anemia yang ringan sering keluhannya tidak jelas, tidak spesifik tertutup oleh keluhan karena kehamilan itu sendiri. Biasanya penderita merasa cepat lelah, jantung mudah berdebar, mudah sesak dan  nafas pendek, tampak pucat pada bibir, kelopak mata, lidah dan telapak tangan , telinga mendenging, mengantuk dan sukar konsentrasi.  Karena prevalensinya cukup tinggi maka untuk mudahnya setiap anemi pada kehamilan sebaiknya diduga sebagai ADB sampai terbukti lain..
Definisi yang disepakati untuk anemia, adalah kadar Hb kurang dari 11 gr/dL pada kehamilan trimester 1 dan 3 dan kurang dari 10 g/dL pada trimester 2. Hal itu disebabkan karena ekspansi cairan plasma pada saat kehamilan trimester 2 tidak diikuti oleh jumlah sel eritosit. Diagnosis lebih akurat perlu dilakukan pemeriksaan berupa komponen darah lengkap mencakup : kadar Hb, hematokrit serta jumlah eritrosit. Lebih bagus bila disertai pemeriksaan hapusan darah tepi, kadar besi dalam serum dan depo cadangan Fe dalam bentuk ferritin. Pemeriksaan laboratorium meliputi : Hgb yang dibawah 11 g/dL ; RBC < 2,5 juta/uL ; Mean corpuscular volume (MCV) < 80 mm3 (mikrositosis) ; Mean corpuscular Hgb concentration (MCHC) < 93 (hipokrom); Serum Iron (SI) : < 60 mg/dL; Total iron binding capacity ( TIBC) > 300 mg/dL ; Transferrin saturation < 15% ; Bone marrow : satín Saint or negative for iron.
Tidak seluruh pemeriksaan laboratorium itu dikerjakan kecuali dalam evaluasi terdapat kegagalan dalam penanganannya. Bila dengan pemberian preparat besi estela bebarapa minggu dan pada evaluasi didapatkan peningkatan kadar Hb dan peningkatan jumlah retikulosit maka dapat dipastikan bahwa itu benar ADB.

DAMPAKNYA PADA KEHAMILAN PERSALINAN DAN NIFAS ( 1,13,14,15,16,17,18 )         

            Dampaknya terhadap kesehatan reproduksi tergantung pada derajat dan lamanya anemia itu diderita. Anemia spesifik oleh karena sickle-cell hemoglobinopathies lebih besar dampak kliniknya dibanding dengan ADB. Untuk ADB yang ringan sering ibu hamil tak mengeluh atau keluhannya dikira karena adanya perubahan fisik kehamilannya. Pada nutritional anemia termasuk ADB yang terjadi saat kehamilan akan meningkatkan risiko terjadinya abortus, persalinan prematur, pertumbuhan bayi terhambat, kematian janin dalam kandungan atau kematian neonatal. Ibu hamil akan mengalami banyak keluhan, daya tahannya menurun, mudah kena infeksi, involusi uterus terhambat ; dan ada perpanjangan masa penyembuhan. 
            Karena ADB menyebabkan adanya kelemahan daya tahan tubuh secara umum maka pada saat persalinan akan ada risiko terjadinya inertia uteri primer, kontraksi uterus yang tidak adekuat yang mengakibatkan partus lama, yang akan mengundang tindakan intervensi klinis baik secara medikamentosa maupun operatif. Atonia uteri yang timbul bisa mengakibatkan perdarahan post partum yang bahkan bisa fatal. Bila berhasil diselamatkan akan menyisakan ADB yang semakin buruk dan bisa menyebabkan terjadinya subinvolusi uterus, kurangnya produksi air susu ibu serta mudahnya terjadi infeksi puerperalis serta terhambatnya penyembuhan luka operasi.  Keluhan penyerta yang lain seperti sakit kepala, telinga mendenging, gangguan keseimbangan, cepat lelah dan pikiran  sulit berkonsentrasi dan mudah kena infeksi akan terus dirasakan sampai ADB-nya terkoreksi.
Bila mengalami perdarahan post partum akan memerlukan transfusi darah dengan berbagai konsekwensinya serta mengalami perpanjangan hospitalisasi dan kemungkinan terjadinya post partum depresi (baby blues). Anemia maternal akan menyebabkan simpanan besi pada neonatus rendah yang akan mempengaruhi tumbuh kembangnya pada masa anak. Semuanya itu akan berdampak pada status kesehatan ibu dan bayi, gangguan fisik dan kapasitas kerja, dan gangguan pada masa tumbuh kembang anak yang akhirnya berdampak pada penurunan IQ dan kemampuan belajar anak.





KESIMPULAN

            Meskipun kejadiannya berkurang tetapi selama ada malnutrisi gisi (protein kalori) maka akan selalu ada ADB. Anemia dalam kehamilan akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas baik ibu dan janinnya. Dampaknya bisa berupa meningkatnya kejadian : abortus, persalinan prematur, pertumbuhan janin terhambat sampai kematian janin dalam kandungan sampai atonia uteri yang menimbulkan perdarahan post partum, involusi organ genitalia yang terlambat, berkurangnya produksi ASI , kelemahan fisik pasca persalinan yang membuat malas bekerja dan gangguan konsentrasi yang pada akhirnya berdampak ekonomi     Diagnosisnya mudah dan terapinya mudah dan karenanya untuk meningkatkan jumlah cadangan besi dalam tubuh perlu adanya pendekatan kesehatan masyarakat yang memberi penyuluhan makanan yang kaya akan besi, eradikasi cacing tambang , pemberian preparat besi atau makanan dengan fortifikasi zat besi.

RUJUKAN

  1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth JC, Wenstrom KD (Eds). Williams Obstetrics 22nd Section VIII Medical and Surgical Complications, Chapter 51 Hematologic Disorders : 1143-46
  2. Kornia Karkata, Sepidiarta. Pergeseran Kausa Kematian Ibu Bersalin di RSU Sanglah Denpasar , selama lima tahun (1996-2000). Maj Obstet Ginekol Indones 30(2006):175-8
  3. Bakta IM.(1993). Infeksi cacing tambang pada orang dewasa dan perannya sebagai penyebab anemia defisiensi besi studi seroepidemiologik di Desa Jagapati. Disertasi Doktor. Universitas Airlangga, Surabaya
  4. Wijana DP (2002). Infeksi Geohelmin (Geohelminthiasis) Epidemiologi dan Perannya Terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia. Pidato pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam bidang Parasit pada Fak kedokteran Unud; Universitas
  5. Bakta IM,2000. Hematologi Klinik Ringkas. Percetakan Universitas Udayana Denpasar
  6. Suega K, Dharmayuda TG, Sutarga IM, Bakta IM, 2002. Iron deficiency anemia in pregnant women in Bali, Indonesia: A profile of risk factor and epidemiology. Southeast Asian J Trop Med Public Health 32(2):128-130
  7. Muhilal dkk, 2004. Review of surveys and supplementation studies of anemia in Indonesia. Pen Gizi dan Makanan (24):34-39
  8. Benson RC, Pernoll ML. Hematologic disorders in Handbook of Obstetrics and Gynecology ,9th Edition 1994; McGraw-Hill Inc.New York
  9. World Health Organization. United Nations Children’s Fund. Iron deficiency anemia: Assessment , Prevention and Control; A guide for programme managers. WHO, Geneva 2001.
  10. Wibowo N, Purba RT, 2006. Anemia defisiensi besi dalam kehamilan . Dexa Medika Vol 19 No 1; 1-8
  11. Carriaga MT, Skikne BS, Finley B, Cutler B, Cook JD. Serum transferring receptor for the detection of iron deficiency in pregnancy. Am J Clin Nutr 1991;54:1077-81
  12. World Health Organization. The World Health Health Report 2002: Reducing risks, promoting healthy life. WHO, Geneva, 2002; 1-248)
  13. Thomas C, Thomas L. Biochemical markers and hematologic indices in the diagnosis of functional iron deficiency. Clin Chem 2002;48:1066-76
  14. Allen LH. Anemia and iron deficiency: effects on pregnancy outcome, Am J  Clin Nutr 2000; 71:1280S-1284S
  15. Beard JL, Hendricks MK, Perez EM et al. Maternal iron deficiency anemia affects post partum emotions and cognition. J Nutr.2005;135:267-72
  16. Kornia Karkata (2007) .Kematian Janin dalam Kandungan Tantangan Endemis bagi Profesi Obstetri. Orasi Ilmiah .Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam bidang Ilmu Obstetri Ginekologi pada Fakultas Kedokteran Unud.
  17. Gibbs RS. Clinical risk factors for puerperal infection. Obstet Gynecol 1980 ;55:178S-184S.
  18. Klebanoff MA, Shiono PA, Selby JV et al. Anemia and spontaneous preterm birth. Am J Obstet Gynecol,1991;16:9-16
  19. Mungen E. Iron supplementation in pregnancy. J Perinat Med 2003;31:420-6
  20. Seri Ani L.(2007). Pengaruh pemberian tablet besi terhadap kadar feritin serum dan hemoglobin pada wanita prahamil dengan anemia defisiensi besi derajat ringan di Bali. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana Universitas Udayana.
  21. Brugnara C, Zelmanovic D, Sorette M, Ballas SK, Platt O. Reticulocyte hemoglobine : An integrated parameter for evaluation of erythropoetic activity. Am J Clin Pathol. 1997;108:133-42
  22. Burns DL, Mascioli EA, Bistrian BR. Parenteral iron dextran therapy: a review. Nutrition 1995;11:163-68
  23. Al Momen AK, Al Meshari A et al. Intravenous iron sucrose complex in the treatment of iron deficiency anemia during pregnancy. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol 1996;69:121-24
  24. Bayoumeu F, Subiran-Buisset C, Baka NE et al. Iron therapyin iron deficiency anemia in pregnancy: intravenous versus oral route. Am J Obstet Gynecol 2002;186:518-22
  25. Breymann C. Iron supplementation during pregnancy. Fetal & Maternal Med Rev 2002;1(1):1-2



* * * *










TATA LAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA KEHAMILAN

Made Kornia Karkata
Divisi Fetomaternal Bagian Obstetri Ginekologi
FK Udayana

PENDAHULUAN

Secara umum anemia dapat disebabkan oleh faktor heriditer dan akuisita. Faktor heriditer bisa oleh karena thallasemia, berbagai hemoglobinopati termasuk sickle-cell hemoglobinopathies, serta variasi anemia hemolitik. Anemia akuisita bisa disebabkan oleh karena hipoplastik/aplastik anemia, anemia megaloblastik dan anemia karena peradangan kronis, penyakit kanker, anemia karena kehilangan darah serta anemia karena defisiensi besi (ADB). Perdarahan masif akut dan kronis pada ibu hamil bisa mengakibatkan ADB. Kehilangan darah akut yang masif bisa terjadi pada abortus, hamil ektopik yang pecah, perdarahan ante partum oleh karena plasenta previa atau solusio plasenta serta (yang paling sering) perdarahan post partum, Hal ini bertambah buruk bila diawali dengan adanya ADB sebelum adanya kehamilan.
Pada perdarahan akut yang masif dan menimbulkan syok hipovolemik maka disamping kurangnya cairan plasma dengan berbagai konstituennya  juga akan menguras cadangan besi dan menimbulkan ADB. Perdarahan post partum yang masif yang terlambat mendapat pertolongan dapat bersifat fatal. Dalam kondisi itu maka koreksi harus diberikan secara cepat dan menyeluruh dengan memberikan cairan pengganti yang adekuat yang selanjutnya ditambah pemberian unsur nutrisi yang lengkap yang terdiri atas protein, hidrat arang , sat lemak , vitamin dan mineral termasuk trace element  dan bila sudah stabil maka dapat diberikan tambahan preparat besi per-oral.

MODUS PEMBERIAN PREPARAT BESI ( 1,19,20,21,22,23,24,25 )

            Pertama tama harus dicari penyebab anemia non defisiensi besi dan apabila kausanya sudah dipastikan maka penyebabnya harus dieliminasi. Bila ada investasi ankilostomiasis maka sebaiknya diberikan obat anti ankylostomiasis dengan memperhatikan keamanan terhadap perkembangan janin. Pemberian preparat besi pada ADB dapat dilakukan sebagai pencegahan dan dapat juga sebagai terapi.  Disamping eradikasi cacing ankilostomiasis dan pemberian nutrisi yang cukup maka sangat dianjurkan pemberian preparat besi semenjak remaja, saat seorang gadis mulai mengalami menstruasi.  Pilihan terbaik pemberian preparat besi adalah secara oral baik untuk keperluan pencegahan maupun terapi.
Tujuan terapi pada ADB adalah untuk menambah massa hemoglobin dan meningkatkan cadangan besi. Hasil terapi besi dipengaruhi oleh derajat anemia serta adanya penyakit lain yang menyertai serta kepatuhan pasien meminum obat. Preparat besi oral pilihan adalah ferrous sulfate karena diabsorpsi lebih cepat tetapi lebih bersifat irritasi pada lambung. Garam besi dapat diberikan dalam bentuk sulfat, fumarat, suksinat, glukonat dan garam lainnya. Tablet besi mengandung sedikitnya 200 mg elemen besi per hari (2-3 mg/ kg BB) berdasarkan kandungan besi pada preparat yang digunakan dan sebaiknya diminum pada saat perut kosong dan kalau perlu diberikan vitamin C oleh karena absorpsinya akan meningkat dalam suasana asam.
Pemberian besi sebesar 195 mg secara oral akan diabsorpsi 18% yaitu 35 mg dan akan berkurang menjadi setengahnya bila diberikan setelah makan. Untuk mencapai nilai Hb yangdiharapkan membutuhkan waktu rata 1 – 2 bulan dan untuk mengembalikan cadangan besi yang cukup membutuhkan waktu ber bulan-bulan. Efek sampingnya bila diberikan per-oral bisa berupa heart burn, mual muntah dan dyspepsia berat, konstipasi atau diare. Bila ada efek samping yang berat, anemia gravis, ada malabsorpsi atau kepatuhan pasien yang rendah maka dapat diberikan preparat besi dengan teknologi sustained release, atau langsung memakai preparat besi secara parenteral.
Preparat biasanya tersedia dalam ampul campuran ferri-hidroksida dalam larutan fisiologis yang dapat diberikan secara intramuskuler atau intra vena dengan dilakukan tes kepekaan terlebih dahulu. Biasanya (Imferon) mengandung 50 mg/mL elemen besi dalam ikatan dextran kompleks yang diulang setiap minggu sampai kadar Hb terpenuhi.
Pemberian komponen darah dalam penanganan anemia jarang dilakukan dan indikasinya adalah keadaan darurat tertentu misalnya anemia gravis, persiapan operasi karena perdarahan akut atau diperlukan untuk mempercepat penyembuhan luka Ada yang memakai batas terendah Hb kurang dari 7 gram/dL sebagai indikasi pemberian darah atau komponennya, Transfusi yang diberikan bisa dalam bentuk whole fresh blood,  atau packed red cell atau fresh frozen plasma , cryoprecipitate atau platelets.  . Pada kasus perdarahan karena abortus, kehamilan ektopik, mola hidatidosa atau karena  perdarahan post partum, harus segera dikoreksi dengan pemberian cairan masif jenis kristaloid dan atau koloid. Setelah keadaan hipovolemi dapat diatasi maka pemberian Fe harus diteruskan sekurang kurangnya sampai 3 bulan. .
Perbaikan keadaan pasien setelah pemberian preparat besi secara retrospektif menunjukkan tepatnya diagnosis ADB. Pemberian zat besi yang adekuat ditandai dengan peningkatan jumlah hitung retikulosit 1 – 2 minggu setelah terapi dan peningkatan Hb yang bermakna akan terjadi dalam 3 – 4 minggu.

PENCEGAHAN ( 9,10,24,25 )
           
            Dari pandangan kesehatan komunitas maka pencegahan ADB dapat dilakukan dengan cara cara :
  • Penyuluhan kesehatan tentang ADB
  • eradikasi helminthiasis
  • promosi nutrisi sumber sumber makanan yang mengandung zat besi
  • Memberikan suplemen besi sedini mungkin , usia pra sekolah , atau remaja perempuan yang mulai menstruasi
  • Atau paling lambat pada saat menikah tetapi pra hamil
  • Diversifikasi dan fortisifikasi zat besi pada makanan
Seri Ani (   ) dalam disertasinya dapat membuktikan bahwa pemberian preparat besi sebelum hamil dapat meningkatkan rerata ferritin, hemoglobin serta efektivitasnya secara bermakna dibanding pemberian preparat besi pada saat hamil. Pemeriksaan darah lengkap saat pertama kali pemeriksaan antenatal sangat diperlukan untuk sesegera mungkin memberikan preparat besi yang kondisinya disesuaika. Pemeriksaan Hb atau darah lengkap diulang kembali saat hydraemia, pada hamil sekitar 30-32 minggu untuk evaluasi status dan keberhasilan pemberian Fe sebelumnya.
Masukan gizi yang cukup lewat motto ”empat sehat lima sempurna” disamping pemberian preparat besi reguler cukup untuk mengurangi prevalensi ADB. Ada berbagai jenis makanan yang kaya akan preparat besi seperti : daging merah, dan protein daging lainnya, berbagai biji kacang kacangan, bean , lentils, tofu, raisins , dates, prunes, figs, apricots, potatoes, broccoli, beets, leafy green vegetables, whole grain breads, nuts and seeds, blackstrap mollasses, oatmeal, and iron fortified cereals. Tubuh akan lebih mudah menyerap besi yang berasal dari hewan (heme iron) dari pada sumber nabati. Untuk menambah daya serap besi perlu ditambahkan vitamin C, dan buah buahan yang kaya vitamin C. Sebaliknya dihindarkan bahan yang menganggu penyerapan besi seperti : susu , sesuatu yang mengandung Calcium, teh dan kopi.
           
TOKSISITAS ZAT BESI ( 1,10,22,23 )

Ketidak-patuhan penderita meminum tablet besi oleh karena iritasi pada lambung yang, kadang kala, sangat berlebihan. Yang sering terjadi adalah keluhan iritasi pada saluran cerna berupa : Heart burn , mual dan muntah sampai berdarah , diarrhe sampai konstipasi.  Keracunan zat besi jarang dijumpai, ada kasus karena anak kecil over dosis minum tablet besi sehingga karenanya preparat besi harus jauh dari jangkauan anak anak.
Kelebihan (over load) pemberian besi dalam jangka waktu lama meningkatkan risiko kanker kolorektal.  Hemosiderosis dan hemochromatosis akan merusak hepar dan jeringan retículo-endotelial dan bisa berakibat fatal.

RUJUKAN

1.      Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth JC, Wenstrom KD (Eds). Williams Obstetrics 22nd Section VIII Medical and Surgical Complications, Chapter 51 Hematologic Disorders : 1143-46
2.      Kornia Karkata, Sepidiarta. Pergeseran Kausa Kematian Ibu Bersalin di RSU Sanglah Denpasar , selama lima tahun (1996-2000). Maj Obstet Ginekol Indones 30(2006):175-8
3.      Bakta IM.(1993). Infeksi cacing tambang pada orang dewasa dan perannya sebagai penyebab anemia defisiensi besi studi seroepidemiologik di Desa Jagapati. Disertasi Doktor. Universitas Airlangga, Surabaya
4.      Wijana DP (2002). Infeksi Geohelmin (Geohelminthiasis) Epidemiologi dan Perannya Terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia. Pidato pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam bidang Parasit pada Fak kedokteran Unud; Universitas
5.      Bakta IM,2000. Hematologi Klinik Ringkas. Percetakan Universitas Udayana Denpasar
6.      Suega K, Dharmayuda TG, Sutarga IM, Bakta IM, 2002. Iron deficiency anemia in pregnant women in Bali, Indonesia: A profile of risk factor and epidemiology. Southeast Asian J Trop Med Public Health 32(2):128-130
7.      Muhilal dkk, 2004. Review of surveys and supplementation studies of anemia in Indonesia. Pen Gizi dan Makanan (24):34-39
8.      Benson RC, Pernoll ML. Hematologic disorders in Handbook of Obstetrics and Gynecology ,9th Edition 1994; McGraw-Hill Inc.New York
9.      World Health Organization. United Nations Children’s Fund. Iron deficiency anemia: Assessment , Prevention and Control; A guide for programme managers. WHO, Geneva 2001.
10.  Wibowo N, Purba RT, 2006. Anemia defisiensi besi dalam kehamilan . Dexa Medika Vol 19 No 1; 1-8
11.  Carriaga MT, Skikne BS, Finley B, Cutler B, Cook JD. Serum transferring receptor for the detection of iron deficiency in pregnancy. Am J Clin Nutr 1991;54:1077-81
12.  World Health Organization. The World Health Health Report 2002: Reducing risks, promoting healthy life. WHO, Geneva, 2002; 1-248)
13.  Thomas C, Thomas L. Biochemical markers and hematologic indices in the diagnosis of functional iron deficiency. Clin Chem 2002;48:1066-76
14.  Allen LH. Anemia and iron deficiency: effects on pregnancy outcome, Am J  Clin Nutr 2000; 71:1280S-1284S
15.  Beard JL, Hendricks MK, Perez EM et al. Maternal iron deficiency anemia affects post partum emotions and cognition. J Nutr.2005;135:267-72
16.  Kornia Karkata (2007) .Kematian Janin dalam Kandungan Tantangan Endemis bagi Profesi Obstetri. Orasi Ilmiah .Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam bidang Ilmu Obstetri Ginekologi pada Fakultas Kedokteran Unud.
17.  Gibbs RS. Clinical risk factors for puerperal infection. Obstet Gynecol 1980 ;55:178S-184S.
18.  Klebanoff MA, Shiono PA, Selby JV et al. Anemia and spontaneous preterm birth. Am J Obstet Gynecol,1991;16:9-16
19.  Mungen E. Iron supplementation in pregnancy. J Perinat Med 2003;31:420-6
20.  Seri Ani L.(2007). Pengaruh pemberian tablet besi terhadap kadar feritin serum dan hemoglobin pada wanita prahamil dengan anemia defisiensi besi derajat ringan di Bali. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana Universitas Udayana.
21.  Brugnara C, Zelmanovic D, Sorette M, Ballas SK, Platt O. Reticulocyte hemoglobine : An integrated parameter for evaluation of erythropoetic activity. Am J Clin Pathol. 1997;108:133-42
22.  Burns DL, Mascioli EA, Bistrian BR. Parenteral iron dextran therapy: a review. Nutrition 1995;11:163-68
23.  Al Momen AK, Al Meshari A et al. Intravenous iron sucrose complex in the treatment of iron deficiency anemia during pregnancy. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol 1996;69:121-24
24.  Bayoumeu F, Subiran-Buisset C, Baka NE et al. Iron therapyin iron deficiency anemia in pregnancy: intravenous versus oral route. Am J Obstet Gynecol 2002;186:518-22
25.  Breymann C. Iron supplementation during pregnancy. Fetal & Maternal Med Rev 2002;1(1):1-2

* * * *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar