Senin, 28 Maret 2011

DILEMA ETIK PADA PRENATAL DIAGNOSIS


DILEMA ETIK PADA PRENATAL DIAGNOSIS

Made Kornia Karkata
Divisi Feto-Maternal , Bagian Obstetri Ginekologi
FK Udayana, RSUP Sanglah Denpasar.

ABSTRAK

            Peradaban manusia akan selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi amat pesat di seluruh dunia. Akibatnya telah terjadi pergeseran nilai dan prilaku di masyarakat dan profesi dalam menjawab perubahan tersebut. Dalam batas tertentu profesi obstetri telah berhasil menurunkan angka kelahiran, angka kematian ibu dan perinatal. Dan dalam rangka mencari ”bayi sempurna” maka sekarang masyarakat menuntut dokter dapat melakukan skrining dan prenatal diagnosis (PND) untuk mencegah lahirnya bayi dengan cacat fisik, fungsional maupun mental yang nantinya akan memberikan beban bagi keluarga, masyarakat dan lingkungannya.
PND adalah serangkaian tes untuk mengetahui penyakit atau kelainan pada janin sebelum bayi itu dilahirkan. Ada 3 tujuan melakukan PND yaitu : 1. untuk mengetahui secara dini cacat yang terjadi dan (kalau perlu) melakukan koreksi secara medis atau pembedahan saat didalam rahim atau segera setelah lahir; 2. memberi kesempatan pada orang tua untuk melakukan penolakan berupa tindakan aborsi ; 3. untuk mempersiapkan orang tua dan keluarganya secara psikologis, sosialekonomi menghadapi dampak saat kehamilan maupun setelah bayi dilahirkan. Sampai saat ini PND telah berhasil mendeteksi kelainan bawaan berupa: defek tuba neuralis, kelainan kromosom, sindroma Down, spina bifida, palatoshisis, penyakit Tay Sachs, anemia sel sabit, thalasemia, sistik fibrosis, fragile x syndrome; dan kelainan fisik lainnya seperti hidro/mikro sefalus , pertumbuhan bayi terhambat, kelainan jantung bawaan , anomali saluran cerna dan perkencingan dan lain lain. PND dapat dilakukan dengan cara non-invasif seperti : pemeriksaan fisik ibu hamil, evaluasi denjut jantung bayi, pemeriksaan USG; dengan pemeriksaan sedikit invasif seperti: pemeriksaan biokimia serum darah ibu, tes tripel, pengambilan tropoblast transservikal; atau dengan pemeriksaan invasif berupa: CVS (chorionic villous sampling), amniosentesis, embrioskopi/fetoskopi dan PUBS (percutaneous umbilical blood sampling).Perkembangan terbaru berupa teknologi FISH (fluorescent in situ hybridization) dan pemisahan sel fetus dari darah ibu
            Apapun tindakan PND yang akan dilakukan haruslah mempunyai indikasi yang kuat dan memenuhi prinsip prinsip etika yaitu : beneficence , non-maleficence, autonomy dan justice, yaitu memberikan manfaat bagi pasien. Dengan demikian sesungguhnya setiap dokter yang akan melakukan PND akan mengalami dilemma etis sebelum mengambil keputusan klinik yang terbaik untuk pasiennya. Dilema etis itu sebenarnya untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut: apakah PND ini diperlukan ? Apa manfaatnya bagi ibu dan bayi yang dikandungnya? Seberapa besar akurasi diagnosisnya? Seberapa tepat ramalan prognosisnya? Apa komplikasi yang bisa terjadi dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang? Apakah cacat yang ditemukan bisa dikoreksi? Kalau pasien menolak adakah kemungkinan untuk dilakukan aborsi? Dan yang tak kalah penting, berapa biaya yang harus dikeluarkan?
            Etika profesi sebagai suatu ”nilai” tidaklah statis dan bisa berubah sesuai dengan pemahaman yang berkembang akibat pendidikan, kemajuan ilmu dan teknologi, komunikasi , lingkungan budaya dan perubahan nilai nilai yang hidup masyarakat. Oleh karena itu setiap dokter harus memberikan informasi yang memenuhi kriteria 3 C : complete, correct , clear kepada pasien dan keluarganya sampai akhirnya pasien memberikan persetujuannya (informed consent). Dan barulah setelah itu dokter melakukan PND dengan cara profesional memenuhi prinsip kehati-hatian, teliti dan bertanggung jawab tentang diagnosis yang dibuat. Dan haruslah dibuat diskusi yang lengkap tentang kesimpulan hasil PND dan pilihan pilihan tindakan selanjutnya.

Kata kunci : prenatal diagnosis ;dilema etik ;  informed consent ;