Minggu, 22 Januari 2012

KONTROL SUMBER INFEKSI PADA SEPSIS MATERNAL


KONTROL SUMBER INFEKSI PADA SEPSIS MATERNAL : KAPAN DAN BAGAIMANA?

Made Kornia Karkata
Divisi Fetomaternal Bagian / SMF Obstetri Ginekologi
FakultasKedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah, Denpasar.

PENDAHULUAN

            Sepsis merupakan sindroma klinik akibat komplikasi infeksi berat ditandai dengan keradangan sistemik dan penyebaran kerusakan jaringan yang bisa menimbulkan gagal fungsi organ. Sejak 1991 , the American College of Chest Physician / Society of Critical Care Medicine Consensus Panel membuat tahapan sepsis menjadi : infeksi ; bacteremia ; systemic inflammatory response syndrome (SIRS); sepsis ; septic shock ; dan multiple organ dysfunction syndrome (MODS) serta multiple organ failure syndrome (MOFS) yang berakhir dengan kematian (1,2,3,4).Secara global WHO menyatakan bahwa infeksi masih merupakan salah satu dari 5 penyebab kematian ibu terutama di negara sedang berkembang. Telah terjadi pergeseran dalam urutan penyebab kematian di beberapa RS Pendidikan di Indonesia. Infeksi dan perdarahan semakin surut sedangkan penyebab non obstetri saat kehamilan mulai mencuat kedepan.(5,6,7 Kehamilan dengan sepsis tanpa memandang penyebabnya masuk risiko tinggi karena akan memberikan morbiditas dan mortalitas yang tinggi untuk ibu dan bayinya.(6,7,8,9,10,11) Faktor risiko terjadinya infeksi bisa karena :status sosial ekonomi yang rendah, anemi dan kurang gizi, ketuban pecah dini, partus kasep, tindakan seksio sesaria, dan infeksi nosokomial . Faktor yang melekat pada komunitas misalnya karena: masih ada ketidaktahuan, persalinan dukun dan faktor 3 keterlambatan.. Faktor yang mempengaruhi berat ringannya sepsis tergantung pada keadaan umum pasien, virulensi kuman, status defisiensi imunitas , prosedur pembedahan yang dialami, resistensi kuman terhadap antibiotik serta tenggang waktu sampai mendapatkan pengobatan yang adekuat.(6,12,13,14)        Manajemen sepsis menyangkut pendekatan intens multidisiplin yang melibatkan keahlian fetomaternal, perawatan intensif darurat, ahli anasthesi dan farmasi. Pendekatan haruslah mempertimbangkan faktor risiko, deteksi dini infeksi, diagnosis yang akurat serta pelaksanaan agresif terapi suportif dan pemilihan antimikroba yang cepat dan tepat.            Mencari dan menemukan sejak awal sumber infeksi menjadi sangat penting disamping untuk menentukan antibiotika yang tepat, juga kalau perlu , dapat dilakukan tindakan evakuasi berupa kuret, drainase abses, eksisi jaringan nekrotis sampai mengangkat organ reproduksi.(6,12,13,14)

SUMBER INFEKSI (15,16,17,18)

            Infeksi bisa berasal dari: endogen , eksogen, sebab obstetri dan non obstetri serta penularan nosokomial. Infeksi dari bidang obstetri misalnya karena: korioamnionitis, post partum endometritis , aborsi septik, infeksi luka episiotomi dan seksio sesaria  serta akibat prosedur invasif yang menimbulkan necrotizing fasciitis,, pengikatan servix (cerclage) serta amniosentesis atau akibat toxic shock syndrome.
            Penyebab non-obstetri bisa karena radang apendiks, kholesistitis, infeksi saluran kemih, pyelonefritis akibat batu dan abses renalis, pneumonia serta terakhir ini bisa karena  infeksi HIV dan malaria.  Infeksi pelvik sering polimikrobial dengan bakteri yang paling sering menyebabkan syok adalah kelompok Enterobacteriaceae khususnya Escheria Coli.             Mikroorganisme lainnya adalah A-haemolytic streptococcus serta Staphylococcus aureus yang amat virulen karena eksotoksinnya. Group B streptococcus (GBS) dalam saluran reproduksi dapat bersifat pathogen dan bisa menimbulkan neonatal sepsis (15,16) Infeksi yang berasal dari radang pyelonefritis saat kehamilan sering disebabkan oleh spesies E. coli dan Klebsiela. Kejadian syok septik dapat juga disebabkan oleh patogen lain yaitu streptococci aerob dan anerob, bacteroides dan clostridium.

MANIFESTASI KLINIS INFEKSI (1,4,12,13,14)

            Gambaran klinis infeksi adalah akibat langsung dari efek sitopatik mikroorganisme serta reaksi imunitas berupa produksi mediator-mediator humoral atau seluler yang diproduksi tuan rumah / host sebagai reaksi inflamasi. Reaksi inflamasi yang timbul akan mengakibatkan suatu sindroma yang terdiri dari gangguan hemodinamik disertai dengan disfungsi sistem organ. Infeksi yang tidak ditanggulangi akan berkembang menjadi bakteremia, sepsis, systemic inflammatory response syndrome (SIRS), severe sepsis dan syok septik.
Diagnosis SIRS ini ditegakkan oleh sekurang-kurangnya dua kriteria yaitu:
1.      tempratur > 38o C atau < 36 o C
2.      detak jantung > 90 / menit
3.      frekwensi pernafasan > 20 / menit atau PCO2 arteri < 32 mmHg
4.      jumlah lekosit > 12000 cmm atau < 4000 cmm dengan > 10% bentuk imatur.
Bila sepsis ini berkembang serta menimbulkan disfungsi organ, disebut sepsis berat dan bila ada komplikasi hipotensi yang tidak membaik setelah resusitasi volume cairan intra-vaskuler maka akan jatuh kedalam septik syok yang berakibat fatal.

DIAGNOSIS (6,12,13,16,19)

            Diagnosis ditegakkan berdasarkan gabungan temuan klinis yang dimulai dari menggali riwayat terjadinya sampai manifestasi yang timbul. Berdasarkan hal itu bisa dikategorikan adanya infeksi, bakteremia, sepsis, sepsis berat, syok septik sampai  MODS (multiple organ dysfunction syndrome) sampai MOF (multiple organ failure).
Kuman penyebab dapat diidentifikasi dari pemeriksaan laboratorium lengkap yang meliputi pemeriksaan darah, urin, dan kultur dari berbagai cairan tubuh, evaluasi mikrobiologis dari darah, urin, sputum atau dari luka yang belum sembuh atau melakukan amniosentesis bila dicurigai adanya infeksi intra uterin.                                                          
            Hasil kultur darah yang positif menguatkan adanya infeksi yang serius. Karena keterbatasan teknik kultur hanya 30% kuman penyebab dapat dikenali disamping secara klinis infeksi bisa masih terbatas lokal dan belum menstimulasi reaksi sistemik.


MANAJEMEN PENANGANAN SEPSIS (6,13,20,21,22,23,24)

            Bila diagnosis sepsis sudah ditegakkan maka pengobatan agresif harus segera dilakukan berupa :
  1. pemberian cairan intravenous secara masif mengoreksi volume sirkulasi
  2. pemberian antimikrobial/antibiotika terpilih dengan spektrum luas yang menyasar seluruh kuman patogen yang dicurigai
  3. perawatan intensif dengan ventilator dan pemberian oksigen
  4. monitor ketat tanda tanda vital serta tanda dini adanya kegagalan multi organ
  5. intervensi pembedahan bila terdapat sumber infeksi yang masih belum dievakuasi setelah keadaan pasien stabil.

            Terapi antimikrobial yang tepat dan cepat amatlah penting meskipun ada risiko bahwa lisisnya kuman dapat menyebabkan keluarnya endotoksin yang akan mengubah pola sepsis. Pada umumnya diberikan antibiotika dengan spektrum yang luas sampai patogen kausal dapat diidentifikasi serta didapatkan hasil tes kepekaan kuman. Yang terpenting sebenarnya adalah pengawasan serta perawatan intensif untuk mengikuti perkembangan sepsis terutama untuk identifikasi apakah sudah ada tanda adanya disfungsi organ seperti gangguan ginjal, hati dan paru yang akan meningkatkan mortalitasnya.
            Saat perawatan di ruang intensif maka sesuai dengan indikasinya dapat diberikan terapi suportif berupa :
  1. oksigenasi dan ventilasi
  2. nutrisi parenteral atau enteral yang memadai
  3. penggunaan obat vasoaktif / vasopresor untuk memperbaiki keadaan hipotensi dan perfusi jaringan
4.  kortikosteroid , meskipun masih controversial, terutama bila sudah terjadi syok  
    septik
5.  pencegahan infeksi  nosokomial
6. pencegahan terhadap stress ulcer
7. pemberian heparin dengan berat molekul rendah untuk mencegah trombosis
8. (sedang dicoba) pemberian Anti bodi Anti-endotoksin

TERAPI PEMBEDAHAN UNTUK ERADIKASI SUMBER INFEKSI(6,13,22,25)

Pemberian antibiotika yang gagal kemungkinan oleh beberapa hal dibawah ini antara lain
-         antibiotika yang jenis, dosis dan waktunya kurang tepat
-         adanya resistensi kuman
-         kombinasi antibiotika yang menimbulkan interferensi
-         atau ada benda asing atau sumber infeksi yang masih tersembunyi.

Untuk itu perlu tindakan pembedahan dengan misalnya melakukan debridement jaringan nekrotik serta drainase material purulen. Pada abortus infeksiosus harus segera dilakukan kuret dan kalau perlu melakukan histerektomi pada uterus yang robek dan infeksi berat pada kasus partus kasep atau partus dukun. Infeksi puerperalis yang berlanjut menjadi peritonitis generalisata, adanya nekrosis pada luka bedah sesar seperti pada kejadian partus kasep dapat juga dilakukan histerektomi. Sumber infeksi yang lain bisa berasal dari infeksi miofasial misalnya pada luka episiotomi, sayatan luka laparatomi atau adanya abses intra abdomen.

PROGNOSA
           
            Bila tidak sangat terlambat maka prognosa ibu dengan sepsis lebih baik dibandingkan pada sepsis karena non-obstetrik. Hal itu disebabkan karena umur rata rata usia reproduksi adalah relatif muda  dan kesediaan berbagai macam antibiotika yang sensitif terhadap mikroorganisme penyebab.

KESIMPULAN

            Infeksi mikroorganisme bisa mengganggu kehamilan , persalinan dan masa nifas yang akan berdampak buruk berupa meningkatnya morbiditas dan mortalitas ibu dan bayinya. Untuk mengontrol sumber infeksi pada orang hamil dapat dilakukan hal hal sebagai berikut :
-         menemukan sumber infeksi non obstetri sebelum atau saat kehamilan dan melakukan pengobatan yang adekuat.
-         Penentuan swab vagina pada Uk 36-37 minggu untuk GBS
-         Melakukan pertolongan persalinan yang bersih dan aman
-         Pencegahan adanya partus lama dan partus kasep dengan monitoring partogram
-         Identifikasi dan pengelolaan ketuban pecah dini dengan baik
-         Melaksanakan prosedur universal precaution serta menekan infeksi nosokomial
-         Bila sudah ada tanda infeksi maka pemilihan antibiotika yang tepat jenis, dosis dan waktunya.
-         Mengeluarkan produk infeksi yang masih tersisa dengan pembedahan ringan berupa kuret, debridement jaringan nekrotis, drainase pus dan bahkan sampai pengangkatan uterus serta organ lainnya.

KEPUSTAKAAN

  1. Sharma S,Eschun G,2002 : Multisystem organ failure of sepsis. E-medicine, 2 Januari. http://www.emedicine.com/med/topic3372.htm
  2. Wheeler AP, Bernard GR,1999. Treating patients with severe sepsis. N Engl J Med ;340(3):207-14.
  3. Barriere SL, Lowry SF, 1995: An overview of mortality risk prediction in sepsis. Crit Care Med ;23(2):376-93
  4. Bone RC, 1991: The pathogenesis of sepsis. Ann Intern Med ;115(6):457-69
  5. WHO analyses of causes of maternal death: a systematic review, Khalid S Khan; Daniel Wojdyla; Lale Say; A Metin Gulmezoglu; Paul F A Van Look. The Lancet; Apr 1 0 Apr 7, 2006;367,9516;Proquest Medical Library
  6. Cunningham FG, Leveno KJ,Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC, Wenstrom KD (Eds) : Williams Obstsetrics , 22nd Edition, 2005, Infection ; Sepsis Syndrome : 995 - 1275
  7. Kornia Karkata, Sepidiartha. Pergeseran Kausa Kematian Ibu Bersalin di RSU Sanglah Denpasar , Selama Lima Tahun , 1996-2000, Maj Obstet Ginekol Indones vol.30, No.3 Juli 2006: 175-78.
  8. Sheffild JS. Sepsis and septic shock in pregnancy. Crit Care Clin 2004 Oct;20(4):651-60.
  9. Simpson KR. Sepsis during pregnancy. J Obstet Gynecol Neonatal Nurs.1995 Jul-Aug;24(6):550-6
  10. Fernandez-Perez E.R., Salman S., Pendem S, Farmer JC. Sepsis during pregnancy. Crit Care Med 2005 Vol 33 No.10 (Suppl).:286-93
  11. Pryde P.G., Gonik B. Septic Shock and Sepsis Syndrome in Obstetric Patients. Infectious Diseases in Obstetrics and Gynecology 2:190-201(1994)
  12. Kuntaman . Microbial Approach on Sepsis – SIRS. Naskah Lengkap PIT I Perhimpunan Patologi Indonesia, Scientific Approach on The Management of Sepsis – SIRS , Basic Science to Clinical Applications., Surabaya 24-26 Januari 2003; hal 75-87.
  13. Dachlan E.G. Sepsis di Bidang Obstetri dan Gine Naskah Lengkap PIT I Perhimpunan Patologi Indonesia, Scientific Approach on The Management of Sepsis – SIRS , Basic Science to Clinical Applications., Surabaya 24-26 Januari 2003; hal 149-158
  14. Gardjito W. Rational Use of Antibiotics in the Management of Sepsis. Naskah Lengkap PIT I Perhimpunan Patologi Indonesia, Scientific Approach on The Management of Sepsis – SIRS , Basic Science to Clinical Applications., Surabaya 24-26 Januari 2003; hal 89-96.
  15. Schrag SJ, Arnold KE, Mohle-Boetani et al. Prenatal screening for infectious diseases and opportunities for prevention. Obstet Gynecol 102:753. 2003.
  16. Schrag SJ , Zywicki S, et al. Group B streptococcal disease in the era of intrapartum antibiotic prophylaxis . N Engl J Med 342: 15, 2000  
  17. Fein AM, Duvivier R. Sepsis in pregnancy. Clin Chest Med 1992 Dec;13(4):709-22
  18. Alvarez JR; Al-Khan A; Ganesh V; Appuzio JJ. Salmonella as a causative organism of acute pyelonephritis during pregnancy, Am J Obstet Gynecol (2004) 190:1482-3
  19. Cohen J, Brun-Buisson C, Torres A, Jorgensen J. Diagnosis of infection in sepsis: evidence based review.  Crit Care Med 2004 Nov;32(11 Suppl):S466-94
  20. Guinn D.A, Abel D.E., Tomlinson M.W. Early Goal Directed Therapy for Sepsis During Pregnancy . Obstet Gynecol Clin N Am 34(2007): 459-79.
  21. . Chen Y, Nitzan O, Saliba W, Chazan B, Colodner R, Raz R. Are blood cultures necessary in the management of women with complicated pyelonephritis? J Infect 2006 Oct;53(4):235-40
  22. Cinel I, DellingerRP. Guidelines for severe infections: are they useful?. Curr Opin Crit Care 2006 Oct;12(5):483-8

  1. Vincent JL, Gerlach H. Fluid resuscitation in severe sepsis and septic shock : an evidence-based review. Crit Care Med 2004 Nov;32(11 Suppl):S451-4
  2. Beale RJ, Hollenberg SM, Vincent JL, Parrilo JE. Vasopressorand inotropic support in septic shock: an evidence-based review. Crit Care Med 2004 Nov ;32(11 Suppl):455-65
  3. Marshall JC, Maier RV, Jimenez M, Dellinger EP. Source control in the management of severe sepsis and septic shock: an evidence-based review. Crit Ca re Med 2004 Nov;32(11 Suppl): S513-26



* * * *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar