Minggu, 22 Januari 2012

BERBAGAI MODALITAS PERSALNAN


BEBERAPA PILIHAN CARA BERSALIN

Prof Made Kornia Karkata, SpOG(K)
* Penasihat IBI Denpasar
** Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
*** Penasihat Divisi Feto-Maternal Bagian Obstetri Ginekologi
FK Udayana , Denpasar


** seminar dalam rangka HUT IBI 60 – Hari Kartini – Hari Bidan se-Dunia  oleh Panitia HUT IBI Propinsi NTB , 26 Juni 2011.

PENDAHULUAN ( 1, 2 , 3)

            Kehamilan bisa mengalami kejadian : abortus; lahir prematur (spontan maupun buatan); kematian janin dalam kandungan dan sebagian besar akan mengalami kelahiran spontan aterm dan hanya sedikit yang mengalami kehamilan lewat waktu. Ketika umur kehamilan mencapai sembilan bulan maka secara alamiah akan diikuti oleh proses persalinan. Banyak teori yang menerangkan tentang inisiasi terjadinya persalinan. Ada teori peregangan uterus, ada teori progesteron-oxytocin; teori pelepasan prostaglandin. Secara alamiah mulai pada umur kehamilan 30-32 minggu rahim sudah mulai adanya kontraksi Braxton Hicks untuk membentuk segmen bawah rahim (SBR) yang dindingnya menipis dan kurang kontraktil yang amat berbeda dibandingkan dengan segmen atas rahim (SAR) yang ototnya tebal yang berguna untuk kontraksi saat persalinan. Persalinan mulai ditandai oleh adanya his yang teratur semakin kuat, sering dan lama dan disertai dengan penipisan dan pembukaan leher rahim.
            Lancar tidaknya proses persalinan ditentukan oleh faktor faktor : power ; passage dan passanger serta manajemen persalinan oleh penolong. Berdasarkan itu akan bisa terjadi persalinan normal /lancar (eutocia) dan persalinan yang mengalami hambatan atau kemacetan (dystocia). Pada umumnya yang eutocia akan lahir spontan per-vaginam sedangkan persalinan yang mengalami dystocia, tergantung penyebabnya  bisa dilakukan pembenahan dan bisa lahir pervaginam dengan spontan atau memakai alat bantuan (assisted vaginal delivery) atau terpaksa dilakukan tindakan sectio cesarea.
Disamping cara tersebut sekarang berkembang cara persalinan yang disebut : VBAC vaginal birth after cesarean), persalinan dengan epidural analgesia ; water birth dan Lotus birth. Penanganan bayi dan ari-arinya bisa secara biasa yaitu dipisahkan atau cara Lotus birth , tali pusat tak dipotong dan dibiarkan bersama plasenta sampai saatnya copot sendiri pada hari 5 – 8 pasca persalinan. Ada perawatan khusus terhadap ari-arinya.

PERSALINAN SPONTAN (EUTOCIA) ( 1,2)

            Hampir 70 – 80% kehamilan akan mengalami persalinan spontan per-vaginam dan sisanya akan mengalami patologi dan bisa dilahirkan lewat vagina dengan bantuan (assisted vaginal deliveries) dalam bentuk : vakum ekstraksi ; forceps ekstraksi; versi ekstraksi pada letak sungsang serta bantuan melahirkan bayi yang sudah mati akibat persalinan kasep. Untuk terjadinya persalinan diperlukan adanya power yang kuat berupa his dan tenaga mengedan ; adanya passage, jalan lahir yang cukup lebar ; dan passanger atau bayi yang besarnya; letaknya ; presentasinya normal. Bayi dengan posisi letak sungsang; letak lintang; letak ekstensi kepala, bayi dengan penempatan ganda pastilah akan menyulitkan persalinan. Proses persalinan normal dimulai dengan : penurunan kepala ; masuk dalam cavum pelvis ; adanya putar paksi dalam ; ekspulsi kepala dan putar paksi luar dan diikuti kelahiran bahu, bokong dan seterusnya.

PERSALINAN PATOLOGI ( 1,2,3)

            Biasanya terjadi karena ada hambatan dalam persalinan (dystocia) yang bisa ditandai dengan memanjangnya fase persalinan. Perpanjangan bisa terjadi dalam bentuk : prolonged latent phase ; protracted active phase ; secondary arrest ; atau perpanjangan pada kala dua (kala dua lama = prolonged second stage) atau yang terburuk telah terjadi persalinan kasep (neglected labor) yaitu persalinan lama yang disertai dengan komplikasi pada ibu dan anak. Kalau evaluasi persalinan memakai partograph maka perpanjangan persalinan mulai ada ketika garis pembukaan memotong/melewati garis waspada (alert line) atau (apalagi) melewati garis tindakan (action line). Semakin terjadi dystocia / persalinan lama ini akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu dan perinatal. Pendekatan obstetri modern akan dinilai berdasarkan kemampuan institusi untuk menekan angka kematian ibu dan perinatal serendah rendahnya. Dalam situasi ini kita di Indonesia masih tertinggal dari negara Asean sekalipun.
            Bila terjadi dystocia maka penyelesaiannya tergantung 3 P sebagai kausanya. Kalau karena his yang kurang adekuat maka dapat diberikan medikamentosa untuk memperbaiki his atau bila tak kuat mengedan bisa dilakukan vakum atau forceps sesuai indikasinya atau bila penyebabnya faktor bayi dan panggul yang tak bisa dikoreksi sehingga persalinan pervaginam tidak memungkinkan atau dinilai terlalu berbahaya, maka dilakukan tindakan operatif seksio sesarea.

PERSALINAN INDUKSI / PENGUATAN KONTRAKSI RAHIM (1,2)

            Dikerjakan pada inertia uteri primer, yaitu sejak awal persalinan his kurang baik atau tidak ada karena berbagai sebab. Persyaratan mutlak haruslah tidak ada kontra-indikasi. Kontra indikasinya adalah : panggul sempit ; bayi besar atau salah letak ; cephalo-pelvic disproportion (CPD) ; bekas seksio sesarea; plasenta previa dan beberapa kontraindikasi relatif seperti : anak mahal ; bayi tabung dan lain lain. Persyaratan lain adalah mempunyai sistem pengawasan yang ketat oleh karena perangsangan ini bisa menyebabkan : tetania uteri ; RUI (ruptura uteri imminens) ; atau gawat bayi. Medikamentosa yang klasik dipakai adalah oksitosin dan belakangan ini memakai turunan prostaglandin yaitu misoprostol. Keberhasilannya ditentukan oleh skor Bishop dan kemajuan pembukaan serviks serta penurunan kepala bayi. Persalinan induksi hanya untuk merangsang atau memperbaiki his dan tidak selalu diakhiri dengan persalinan spontan pervaginam.

PERSALINAN  ASSISTED VAGINAL DELIVERIES (1,2,3)

            Pada perkembangan obstetri modern maka persalinan ini sudah semakin menurun meskipun tetap masih berharga dilakukan terutama pada kala II yang gagal karena kelemahan faktor mengejan. Pandangan obstetri modern belakangan ini sudah meninggalkan cara partus per vaginam yang sulit / ”heroik” karena berkembangnya kebijakan perinatal yaitu agar selalu melahirkan bayi sehat / vigorious baby. Akan tetapi pada keadaan keadaan tertentu dimana pada kala II dengan kondisi bayi yang baik, kepala bayi sudah kelihatan dan penyebabnya semata karena faktor power yang lemah maka tindakan vakum atau forceps masih tetap diperlukan. Tentu bisa terjadi komplikasi berupa perlukaan jalan lahir serta jejas pada kepala bayi. Oleh karena itu tindakan ini harus dilakukan dengan penuh perhitungan (dokter yakin bisa lahir pervaginam) dan dilakukan dengan cara lege artis. Tindakan vakum atau forceps tinggi sudah mulai ditinggalkan untuk mengurangi morbiditas perinatal kecuali terpaksa dilakukan karena keterbatasan fasilitas operasi. Versi ekstraksi, kelahiran dengan cara memutar dan menarik kaki keluar, sudah ditinggalkan kecuali pada kasus letak lintang pada kelahiran kembar anak kedua.

PERSALINAN SEKSIO SESAREA (SS)  (1,2,3,4,5)

            Memang terdapat kecenderungan meningkatnya angka kejadian SS yang menyebar di seluruh dunia. Dalam waktu 20 tahun (1988) di Amerika angka SS meningkat lima kali menjadi 24,7%. WHO memperkirakan angka kejadian SS antara 10 – 15%  di negara maju. Di Amerika , Inggris dan Kanada angka nya antara 20 %; 22,5% sampai 25% pada tahun 2001 – 2002. Dan di Amerika mencapai 30,2% pada tahun 2005. Di negara berkembang yang paling tinggi adalah di Brazil mencapai 35 % sedangkan di RS swastanya sampai mencapai 80%.  Keadaan yang serupa ditemui pada beberapa RS pemerintah dan RS swasta di Bali.  Di RSUP Sanglah angka kejadian SS meningkat dari 8,06% (1984) ulangan (repeated cesarean section) meningkat dari 48,14% (1984) menjadi 59,09% (1994) dan menjadi 64,89% (2000-2001). Ditemukan peningkatan angka SS baik di RS pemerintah dan RS sawasta. Ditemukan bahwa tindakan konservatif lebih banyak ditemukan di RS pendidikan di banding RS pemerintah lainnya. Dan angka SS di RS swasta ditemukan meningkat lebih tinggi (rerata 51,42% dengan variasi dari 42,26% sampai 73,30% per total persalinan (6,7)

ANALISA KECENDERUNGAN PENINGKATAN SEKSIO SESARIA ( 1,2.3.4,5 )

            Pada awalnya indikasi SS oleh karena distosia mekanis akibat disproporsi feto-pelvik, Peningkatan angka kejadian SS tidak berdiri sendiri. Ada beberapa perubahan yang membuat indikasi tindakan SS semakin lebar. Disamping indikasi absolute karena panggul sempit atau bayi terlalu besar atau kelainan letak sungsang atau lintang maka sejak adanya perkembangan fetus as a patient maka banyak pertimbangan perinatal ikut mempengaruhi. Meningkatnya keamanan tindakan SS sendiri membuat metode ini mudah diterima oleh masyarakat. Perubahan lingkungan di masyarakat serta perkembangan iptekdok perinatal mempengaruhi hal tersebut. Oleh karenanya ada pendapat yang menyatakan bahwa angka SS ini akan tidak sama , dan akan berubah sesuai “nilai” yang berlaku pada jamannya. Faktor nilai yang berubah itu antara lain : penerimaan konsep keluarga kecil, meningkatnya ibu hamil pada umur lebih tua, merebaknya pengawasan elektronik kesehatan janin, perubahan perlakuan terhadap kelahiran letak sungsang ; fakta penurunan pemakaian vakum dan forsep ekstraksi, meningkat ibu hamil yang gemuk, ketakutan akan adanya trauma jalan lahir serta faktor ketakutan pada dokter atas tuntutan hukum bila ada keluaran pelayanan fetomaternal yang tak memuaskan.  Di 10 RS tipe C di Bali (1999-2000) lima penyebab terbanyak tindakan SS adalah : perdarahan ante partum (15%), kelainan letak/sungsang (14%), gawat bayi (12%), post SS (10%), partus lama/kasep (9%), dystosia (7%), ketuban pecah dini (7%). Di RS swasta didapatkan 45% karena sebab “lain-lain” , 23% karena bekas SS.
            SS diindikasikan pada situasi dystocia , adanya kemacetan persalinan dan kelahiran pervaginam tidak memungkinkan. Dari 3 faktor yang penting maka sempitnya jalan lahir (passage)  serta besar dan posisi janin (passenger) sangat berperan sedangkan faktor his (power) masih mungkin diperbaiki dengan pemberian medikamentosa berupa uterotonika. Perjalanan persalinan dengan komplikasi juga bisa merupakan indikasi untuk melakukan SS seperti :
  • Dystocia, persalinan macet menimbulkan partus lama atau partus kasep
  • Kegawatan bayi pada saat pembukaan belum lengkap
  • Tali pusat menumbung
  • Plasenta previa atau solution plasenta
  • Gagal induksi persalinan
  • Gagal trial forseps atau vakum ekstraksi
  • Bayi makrosomia
  • Panggul sempit
Keadaan medis lain yang menyebabkan tindakan SS lebih cepat diambil misalnya :
  • Pre-eklampsia dan eklampsia
  • Hipertensi
  • Beberapa kasus anak kembar
  • Bayi risiko tinggi
  • Ibu dengan HIV atau Herpes genitalis yang sedang aktif
  • Bekas seksio ( masih ada kontroversi)

KOMPLIKASI YANG BISA TERJADI (1,2,3.)

            Semua tindakan pembedahan selalu akan memberikan risiko timbulnya komplikasi meskipun belakangan ini hal tersebut dapat diminimalisasi. Oleh karena itu sangat penting untuk melakukan kajian mendalam terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk melakukannya dan menyampaikannya secara jelas pada pasien dan keluarganya (informed consent).
Meskipun derajat keamanannya semakin meningkat akan tetapi tindakan SS tetap mempunyai risiko: perdarahan ; infeksi ; perluasan perlukaan ; kemungkinan SS berulang ; menyebabkan timbulnya placenta previa serta placenta adhesiva (accreta; increta dan percreta) pada kehamilan berikutnya yang berakibat histerektomi. Belum lagi kalau ada komplikasi anasthesi.  Irisan luar operasi SS bisa secara longitudinal linea mediana atau (yang paling lazim sekarang) dengan cara melintang Pffanenstiehl.
             Risiko pada bayi bisa mengalami neonatal depressi karena efek anastesi atau cedera irisan pisau bedah pada bayi. Keduanya, baik ibu dan bayi, mengalami hospitalisasi lebih lama di RS dan kemungkinan untuk mendapatkan nosokomial infeksi lebih besar. Ibu terlambat melakukan bonding dengan bayinya karena prosedur pasca bedah dan karena masih sakitnya luka operasi.

ELEKTIF SEKSIO SESARIA ( 1,2, 6,7 )

            Belakangan ini ada istilah yang disebut sebagai Cesarean on demands atau Cesarean on request., yang sesungguhnya lebih tepat disebut sebagai Elective CS , yaitu tindakan primer SS yang dilakukan pada saat tertentu yang disepakati dengan persiapan operasi yang memadai.  Memang Elective CS bisa disebabkan karena adanya permintaan pasien tetapi juga bisa karena alasan medis tertentu. Kalau jelas ada panggul sempit maka melakukan primer SS pada waktu yang dipilih pastilah sangat menguntungkan. Cara elektif ini mempunyai kelebihan dibandingkan SS dadakan / ditengah adanya kegawat-daruratan oleh karena ada persiapan dengan baik sehingga risiko komplikasi dapat diminimalkan.  Atas pertimbangan adanya otonomi pasien, karena alasan tertentu, ada beberapa konsumen yang meminta dilakukan SS yang sesungguhnya berdasarkan alasan medis masih memungkinkan lahir pervaginam. Atas masalah ini di kalangan medis terjadi pro dan kontra .

VAGINAL BIRTH AFTER CESAREAN (VBAC) ( 1,2, 8,9,10 )

            Meskipun ada trend demikian tetap ada main stream yang tetap menginginkan angka kejadian SS harus diturunkan. Sebagai anggota masyarakat dunia kita sudah menyetujui standar WHO tentang angka SS yang tidak melebihi angka 15% di RS rujukan. Risiko kejadian perdarahan post partum, infeksi puerperalis, SS berulang,  meningkatnya kejadian pasenta previa  dan lain lain lebih tinggi dibandingkan kalau lahir pervaginal. Telah terbukti bahwa secara keseluruhan maka kelahiran pervaginam yang aman memberikan keuntungan lebih banyak dalam hal morbiditas dan mortalitas terhadap ibu dan anak serta dengan biaya yang lebih murah.
            Oleh karena itu ada gerakan yang di mulai tahun 1978 untuk melakukan upaya vaginal birth after cesarean (VBAC) , yaitu memberikan kesempatan lahir pervaginam untuk kasus kasus yang penyebab SS yang dulu tidak permanen. Terjadi peningkatan VBAC terutama tahun 1980 – 1990 ditengah masih gencarnya pro dan kontra VBAC dan elective cesarean.  Belakangan terjadi penurunan implementasi VBAC karena sejak tahun 2004 ACOG (American College of Obstetricians and Gynecologists) mensyaratkan agar pada perlakuan VBAC harus ada tim monitoring ketat dokter yang siap setiap saat, karena kejadian rupture uteri bisa fatal baik untuk ibu dan bayinya.

PERSALINAN DENGAN ANASTHESIA EPIDURAL(1,2, 11 )

            Melahirkan tanpa rasa sakit sudah menjadi biasa di luar negeri. Hampir 50% ibu melahirkan di Amerika Serikat di Rumah Sakit mempergunakan metode ini akan  tetapi belum popular di Indonesia karena harus melibatkan dokter spesialis anasthesi yang jumlahnya masih sedikit. Cara ini sesungguhnya adalah regional anathesia yang khusus memblok rasa nyeri (analgesia) dari bagian tubuh tertentu dengan membiarkan pasien tetap sadar sehingga pasien mengetahui apa yang terjadi saat persalinan. Obat-obatan yang dipakai misalnya bupivacaine, chloroprocaine atau lidocaine. Untuk memperkecil dosis dan memperpanjang efek analgesianya sering dicampur dengan opioid atau narcotics.   Kombinasinya dengan epinephrine, fentanyl, morphine atau clonidine untuk memperpanjang efek analgesianya dan mempertahankan tekanan darah ibu yang melahirkan.
Terlebih dahulu ibu hamil harus sudah inpartu (fase aktif, pembukaan serviks minimal 4 cm) dan diberikan infus cairan yang kemudian dilakukan suntikan lewat tulang belakang (areal lumbo-sacral) dan memasukkan kateter mini dan dibiarkan disana untuk mengatur dosis obat yang diberikan. Dengan kateter mini yang difiksasi ini menyebabkan ibu boleh bergerak bebas tanpa takut terlepas.
Keuntungan pemakaian epidural anesthesia:
·        Mengijinkan pasien untuk merasa rileks, nyaman dan istirahat pada saat proses persalinan .
  • Karena tanpa nyeri maka memberikan pengalaman melahirkan yang menyenangkan.
  • Ibu tetap sadar sehingga tetap bisa partisipasi aktif dalam proses persalinan.
  • Seandainya gagal dan dilanjutkan dengan operasi seksio sesaria, maka hal itu tak menjadi masalah.
Sisi kerugiannya adalah :
  • Dapat menimbulkan penurunan tekanan darah sampai syok.
  • Mengalami nyeri kepala yang hebat.
  • Harus ubah ubah posisi karena dapat menghambat persalinan.
  • Efek samping seperti : menggigil, telinga mendenging, nyeri pada bekas suntikan di bokong belakang, mual sampai muntah sampai gangguan kencing.
  • Kadang menganggu kekuatan mengedan sehingga perlu dilakukan vakum atau forsep.
  • Kaki sering merasa ”tak enak” beberapa jam setelah melahirkan.
  • Dalam keadaan jarang , terjadi kerusakan syaraf pada tempat suntikan.
Biaya persalinan tentu menjadi meningkat karena harus ditangani oleh dua spesialis yang bekerja sama sampai persalinan usai yang sering mengambil waktu sampai 6 – 8 jam.

PERSALINAN DALAM AIR ( WATER BIRTH ) ( 12,13,14 )

            Belakangan ini sedang berkembang cara persalinan dalam air yang dianggap cukup aman untuk ibu dan bayinya dan memberikan keuntungan bisa mengurangi rasa nyeri dan trauma persalinan. Disebutkan bahwa: pengalaman persalinan yang menegangkan, takut, cemas, nyeri akan diubah menjadi pengalaman yang nyerinya berkurang, suka cita , menggembirakan dan lebih nyaman serta dihubungkan dengan nilai spiritual. Ibu hamil aterm tanpa komplikasi bersalin dengan cara berendam dalam air hangat (yang dilakukan dalam bathtub atau kolam) dengan tujuan mengurangi rasa nyeri kontraksi dan memberi sensasi rasa aman. Sampai saat ini himpunan profesi POGI belum memasukkannya water birth sebagai cara pertolongan persalinan resmi dan menyerahkannya sebagai cara persalinan alternative (complementary) yang pelaksanannya diserahkan sepenuhnya pada kesepakatan antara pasien dan dokter penolongnya. Sejarahnya dimulai di Rusia, Igor Charkovsky melakukan penelitian kemungkinan keuntungan melahirkan dalam air. 
Persayaratan untuk mengikuti metode persalinan ini antara lain:
-         ibu hamil risiko rendah
-         tak mengalami infeksi vagina, saluran kencing dan kulit
-         tanda vital ibu dan bayi dalam batas normal
-         relaksasi dan penanganan nyeri setelah dilatasi serviks 4 -5 cm
-         pasien setuju mengikuti instruksi penolong, termasuk keluar dari kolam air jika diperlukan.
Metode ini sudah dipraktekkan di banyak negara : USA, Kanada, Australia, Selandia Baru, Jerman, Belanda dan Jepang. Keuntungan untuk ibu yaitu memberikan rasa nyaman karena lebih relaks dan mengurangi rasa nyeri persalinan dan mengurangi episiotomi karena jalan lahir mudah melar sehingga robeknya minimal. Keuntungan untuk bayi  mengalami persalinan yang lebih fisiologis karena bayi sudah terbiasa berendam dalam air ketuban yang relatif suhunya disesuaikan.

PERSALINAN TERATAI  (LOTUS BIRTH) ( 15,16 )

            Sebenarnya ini bukan cara persalinan akan tetapi lebih fokus pada bagaimana memperlakukan placenta yang sudah lahir yang masih berhubungan dengan perawatan bayinya. Praktiknya tali pusat dibiarkan intak tanpa diklem atau dipotong.  Sejarah di balik pelaksanaan metode ini adalah kepercayaan di Tibet, Zen Buddisme dan Hindu yang mempercayai bahwa Budhha Gautama, Padma Shambava dan Wisnu lahir secara utuh, sebagai orang suci. Yang penting disini adalah keyakinan serta kemampuan untuk melaksanakan metode ini secara ketat dan dipenuhi persyaratannya. Ada perawatan khusus supaya plasenta tidak bau, kontaminasi kuman , tidak basah sampai tali pusatnya copot sendiri yang bisa berlangsung 4 – 8 hari.  Plasenta dibiarkan terbuka supaya cepat kering dan tak berbau. Untuk mempercepat pengeringan sering diberikan garam, sejenis minyak berbau lavender, atau bubuk ramuan untuk pembunuh bakterinya.Ketika plasenta menjadi kaku dan keras maka harus diperlakukan hati hati saat memindahkan bayi. Lotus birth ini jarang dilakukan di rumah sakit dan banyak diperaktekkan di persalinan rumah.

 BAGAIMANA SIKAP PROFESIONAL

            Sikap seorang profesional dalam pertolongan persalinan semestinya dipandu oleh etika profesi yang menekankan pada : beneficence ; non-maleficence ; autonomy dan justice.  Sikap yang dinasihatkan atau diambil haruslah untuk kepentingan pasien dan hanya setelah mendapatkan persetujuan pasien semuanya dilakukan dengan cara : lege artis, artinya dilakukan dengan benar, hati hati dan bertanggung jawab. Semua itu bisa diatasi lewat informed consent yang memenuhi unsur : complete, correct and clear. Dan berdasarkan prinsip otonomi maka pasien berhak memilih apa yang terbaik bagi dirinya.
Organisasi profesi POGI belum memasukkan water birth dan lotus birth sebagai standar meskipun metode ini sudah mulai berkembang dan biarlah hal itu menambah pilihan yang semakin banyak untuk kepentingan pasien itu sendiri.

Untuk itu perlu diperhatikan hal hal sebagai berikut :

  • Cara persalinan terbaik di dunia adalah : SAFE VAGINAL BIRTH
  • Once cesarean is not always cesarean
  • SS harus berdasarkan indikasi : tidak mungkin lahir per-vaginam atau lebih berbahaya lahir pervaginam untuk bayinya.
  • SS memberikan risiko dan biaya lebih tinggi.
  • Ingin melakukan sterilisasi tubeomi bukan merupakan indikasi SS.
  • Semua macam cara persalinan harus masuk dalam bahan informed consent
  • Meskipun sudah dipraktekkan diberbagai negara water birth dan metode Lotus birth belum mendapat pengakuan dari lembaga profesi POGI. Diupayakan agar selalu ada advokasi disertai dengan bukti penelitian bahwa metode terkait terbukti aman dan bermanfaat sebagai suatu pilihan cara persalinan.
  • Keputusan yang terbaik adalah bila pasien dan dokternya telah sepakat pada cara yang terpilih dan untuk selanjutnya dokter harus bertindak secara hati hati dan bertanggung jawab.


KEPUSTAKAAN :

  1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC, Wenstrom KD (Eds) : Williams Obstetrics, 22nd Edition 2005, Chapter 25 Cesarean Delivery and Peripartum Hysterectomy : 585-605
  2. Sarwono Prawirhardjo (Ed): Ilmu Kebidanan : Yayasan Bina Pustaka; Jakarta 2003
  3. Rao BK. Global aspects of a rising cesarean section rate. In : Popkin DR, Peddle IJ (Eds). Women’s Health Today, Perspective on current research and clinical practice. The proceedings of the XIV World Congress of Gynecology and Obstetrics, Montreal, September 1994, The Parthenon Pub.Group, New York: 1994:55-8
  4. Kornia Karkata, Suyasa Jaya : Changing trends in Cesarean Section (CS) in Bali in Ten Years Period, 1984-1994. Majalah Kedokteran Udayana (MKU) Juli 1998, Vol 29; 101:127-31
  5. Kornia Karkata. Kecendrungan peningkatan seksio sesarea : Apakah itu malapetaka? Majalah Kedokteran Udayana (MKU), April 2005 Vol 36;128:128-35.
  6. Bewley S, Cockburn J : The unethics of ‘request’ caesarean section (commentary). Br J Obstet Gynaecol 109; 593, 2002a
  7. Minkoff H, Chervenak FA: Elective primary cesarean delivery . N Engl J Med 348: 946, 2003
  8. Sanchez-Ramos L, Kaunitz AM, Peterson HB, et al : Reducing cesarean sections at a teaching hospital. Am J Obstet Gynecol ;163:1081, 1990
  9. American College of Obstetricians and Gynecologists: Vaginal birth after previous delivery. Practice Bulletin No 54,July 2004.
  10. American College of Obstetricians and Gynecologists. Task force on cesarean delivery rates: Evaluation of cesarean delivery. June 2000.
  11.  Ros, Andrea, Ricardo Felberbaum, Iris Jahnke, Klaus Diedrich, Peter Schmuker and Michael Huppe.2007 “Epidural anaesthesia for labour: does it influence the mode of delivery? In : Archieves of Gynecology and Obstetrics. V.275(4):269-274(6).
  12. Gilbert R; Tookey P.(1999,Aug 21). Perinatal mortality and morbidity among babies delivered in water: surveillance study and postal survey. BMJ 319(7208):483-7
  13. Zimmerman R; Huch A; Huch R.1993.”Water birth – Is it safe?” Journal of Perinatal Medicine 21:5
  14. Johnson Paul (1996). Birth under water – to breathe or not to breathe. B J Obstet Gynecol ; 103(3) : 201-8
  15. Rachana , Shivam. Lotus birth, Greenwood Press, Australia 2000
  16. Purvati Baker, Jeanine . Prenatal Yoga & Natural Childbirth. North Atlantic Books, USA,2001
 


* * * *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar