BEBERAPA PILIHAN CARA BERSALIN
(KEUNGGULAN & KEKURANGANNYA)
Prof Dr Made Kornia Karkata,
SpOG(K)
Divisi Feto-Maternal Bagian / SMF Obstetri
Ginekologi
FK Udayana / RSUP Sanglah ,
Denpasar
** Seminar dalam rangka HUT
IBI ke-60, Hotel Aston Denpasar 24 Juni
2011.
PENDAHULUAN ( 1, 2 , 3)
Kehamilan bisa mengalami
kejadian : abortus; lahir prematur (spontan maupun buatan); kematian janin
dalam kandungan dan sebagian besar akan mengalami kelahiran spontan aterm dan
hanya sedikit yang mengalami kehamilan lewat waktu. Ketika umur kehamilan mencapai sembilan bulan maka
secara alamiah akan diikuti oleh proses persalinan. Banyak teori yang
menerangkan tentang inisiasi terjadinya persalinan. Ada teori peregangan
uterus, ada teori progesteron-oxytocin; teori pelepasan prostaglandin. Secara
alamiah mulai pada umur kehamilan 30-32 minggu rahim sudah mulai adanya
kontraksi Braxton Hicks untuk membentuk segmen bawah rahim (SBR) yang dindingnya
menipis dan kurang kontraktil yang amat berbeda dibandingkan dengan segmen atas
rahim (SAR) yang ototnya tebal yang berguna untuk kontraksi saat persalinan. Persalinan
mulai ditandai oleh adanya his yang teratur semakin kuat, sering dan lama dan
disertai dengan penipisan dan pembukaan leher rahim.
Lancar tidaknya proses
persalinan ditentukan oleh faktor faktor : power
; passage dan passanger serta
manajemen persalinan oleh penolong. Berdasarkan itu akan bisa terjadi
persalinan normal /lancar (eutocia) dan
persalinan yang mengalami hambatan atau kemacetan (dystocia). Pada umumnya yang eutocia
akan lahir spontan per-vaginam sedangkan persalinan yang mengalami dystocia, tergantung penyebabnya bisa
dilakukan pembenahan dan bisa lahir pervaginam dengan spontan atau memakai alat
bantuan (assisted vaginal delivery) atau
terpaksa dilakukan tindakan sectio
cesarea.
Disamping cara tersebut sekarang berkembang cara persalinan yang disebut :
VBAC vaginal birth after cesarean), persalinan
dengan epidural analgesia ; water birth dan
Lotus birth. Penanganan bayi dan
ari-arinya bisa secara biasa yaitu dipisahkan atau cara Lotus birth , tali pusat tak dipotong dan dibiarkan bersama
plasenta sampai saatnya copot sendiri pada hari 5 – 8 pasca persalinan. Ada
perawatan khusus terhadap ari-arinya.
PERSALINAN SPONTAN (EUTOCIA) ( 1,2)
Hampir 70 – 80% kehamilan
akan mengalami persalinan spontan per-vaginam dan sisanya akan mengalami
patologi dan bisa dilahirkan lewat vagina dengan bantuan (assisted vaginal deliveries) dalam bentuk : vakum ekstraksi ;
forceps ekstraksi; versi ekstraksi pada letak sungsang serta bantuan melahirkan
bayi yang sudah mati akibat persalinan kasep. Untuk terjadinya persalinan diperlukan
adanya power yang kuat berupa his dan tenaga mengedan ; adanya passage, jalan lahir yang cukup lebar ;
dan passanger atau bayi yang
besarnya; letaknya ; presentasinya normal. Bayi dengan posisi letak sungsang;
letak lintang; letak ekstensi kepala, bayi dengan penempatan ganda pastilah
akan menyulitkan persalinan. Proses persalinan normal dimulai dengan :
penurunan kepala ; masuk dalam cavum pelvis ; adanya putar paksi dalam ;
ekspulsi kepala dan putar paksi luar dan diikuti kelahiran bahu, bokong dan
seterusnya.
PERSALINAN PATOLOGI (
1,2,3)
Biasanya terjadi karena
ada hambatan dalam persalinan (dystocia) yang
bisa ditandai dengan memanjangnya fase persalinan. Perpanjangan bisa terjadi
dalam bentuk : prolonged latent phase ;
protracted active phase ; secondary arrest ; atau perpanjangan pada kala
dua (kala dua lama = prolonged second
stage) atau yang terburuk telah terjadi persalinan kasep (neglected labor) yaitu persalinan lama
yang disertai dengan komplikasi pada ibu dan anak. Kalau evaluasi persalinan
memakai partograph maka perpanjangan persalinan mulai ada ketika garis
pembukaan memotong/melewati garis waspada (alert
line) atau (apalagi) melewati garis tindakan (action line). Semakin terjadi dystocia
/ persalinan lama ini akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu dan
perinatal. Pendekatan obstetri modern akan dinilai berdasarkan kemampuan
institusi untuk menekan angka kematian ibu dan perinatal serendah rendahnya. Dalam situasi ini kita di Indonesia masih
tertinggal dari negara Asean sekalipun.
Bila terjadi dystocia maka penyelesaiannya tergantung
3 P sebagai kausanya. Kalau karena his yang kurang adekuat maka dapat diberikan
medikamentosa untuk memperbaiki his atau bila tak kuat mengedan bisa dilakukan
vakum atau forceps sesuai indikasinya atau bila penyebabnya faktor bayi dan
panggul yang tak bisa dikoreksi sehingga persalinan pervaginam tidak
memungkinkan atau dinilai terlalu berbahaya, maka dilakukan tindakan operatif
seksio sesarea.
PERSALINAN INDUKSI /
PENGUATAN KONTRAKSI RAHIM (1,2)
Dikerjakan pada inertia uteri primer, yaitu sejak
awal persalinan his kurang baik atau tidak ada karena berbagai sebab. Persyaratan mutlak haruslah tidak ada
kontra-indikasi. Kontra indikasinya adalah : panggul sempit ; bayi besar atau
salah letak ; cephalo-pelvic
disproportion (CPD) ; bekas seksio sesarea; plasenta previa dan beberapa
kontraindikasi relatif seperti : anak mahal ; bayi tabung dan lain lain.
Persyaratan lain adalah mempunyai sistem pengawasan yang ketat oleh karena
perangsangan ini bisa menyebabkan : tetania
uteri ; RUI (ruptura uteri imminens)
; atau gawat bayi. Medikamentosa yang klasik dipakai adalah oksitosin dan
belakangan ini memakai turunan prostaglandin yaitu misoprostol. Keberhasilannya
ditentukan oleh skor Bishop dan kemajuan pembukaan serviks serta penurunan
kepala bayi. Persalinan induksi hanya untuk merangsang atau memperbaiki his dan
tidak selalu diakhiri dengan persalinan spontan pervaginam.
PERSALINAN ASSISTED
VAGINAL DELIVERIES (1,2,3)
Pada perkembangan obstetri
modern maka persalinan ini sudah semakin menurun meskipun tetap masih berharga
dilakukan terutama pada kala II yang gagal karena kelemahan faktor mengejan.
Perkembangan obstetri modern belakangan ini sudah meninggalkan partus per
vaginam yang sulit / ”heroik” karena berkembangnya kebijakan perinatal. Akan
tetapi pada keadaan keadaan tertentu dimana pada kala II dengan kondisi bayi
yang baik, kepala bayi sudah kelihatan dan penyebabnya semata karena faktor power yang lemah maka tindakan vakum
atau forceps masih tetap diperlukan. Tentu bisa terjadi komplikasi berupa
perlukaan jalan lahir serta jejas pada kepala bayi. Oleh karena itu tindakan ini harus dilakukan dengan
penuh perhitungan (dokter yakin bisa lahir pervaginam) dan dilakukan dengan
cara lege artis. Tindakan vakum atau
forceps tinggi sudah mulai ditinggalkan untuk mengurangi morbiditas perinatal
kecuali terpaksa dilakukan karena keterbatasan fasilitas operasi. Versi
ekstraksi, kelahiran dengan cara memutar dan menarik kaki keluar, sudah
ditinggalkan kecuali pada kasus letak lintang pada kelahiran kembar anak kedua.
PERSALINAN SEKSIO SESAREA
(SS) (1,2,3,4,5)
Memang terdapat
kecenderungan meningkatnya angka kejadian SS yang menyebar di seluruh dunia.
Dalam waktu 20 tahun (1988) di Amerika angka SS meningkat lima kali menjadi
24,7%. WHO memperkirakan angka kejadian SS antara 10 – 15% di negara maju. Di Amerika , Inggris dan
Kanada angka nya antara 20 %; 22,5% sampai 25% pada tahun 2001 – 2002. Dan di
Amerika mencapai 30,2% pada tahun 2005. Di negara berkembang yang paling tinggi
adalah di Brazil mencapai 35 % sedangkan di RS swastanya sampai mencapai
80%. Keadaan yang serupa ditemui pada
beberapa RS pemerintah dan RS swasta di Bali.
Di RSUP Sanglah angka kejadian SS meningkat dari 8,06% (1984) ulangan (repeated cesarean section) meningkat
dari 48,14% (1984) menjadi 59,09% (1994) dan menjadi 64,89% (2000-2001).
Ditemukan peningkatan angka SS baik di RS pemerintah dan RS sawasta. Ditemukan
bahwa tindakan konservatif lebih banyak ditemukan di RS pendidikan di banding
RS pemerintah lainnya. Dan angka SS di RS swasta ditemukan meningkat lebih
tinggi (rerata 51,42% dengan variasi dari 42,26% sampai 73,30% per total
persalinan (6,7)
ANALISA KECENDERUNGAN
PENINGKATAN SEKSIO SESARIA ( 1,2.3.4,5 )
Pada
awalnya indikasi SS oleh karena distosia mekanis akibat disproporsi feto-pelvik, Peningkatan angka kejadian
SS tidak berdiri sendiri. Ada
beberapa perubahan yang membuat indikasi tindakan SS semakin lebar. Disamping
indikasi absolute karena panggul sempit atau bayi terlalu besar atau kelainan
letak sungsang atau lintang maka sejak adanya perkembangan fetus as a patient maka banyak pertimbangan perinatal ikut
mempengaruhi. Meningkatnya keamanan tindakan SS sendiri membuat metode ini
mudah diterima oleh masyarakat. Perubahan lingkungan di masyarakat serta
perkembangan iptekdok perinatal mempengaruhi hal tersebut. Oleh karenanya ada
pendapat yang menyatakan bahwa angka SS ini akan tidak sama , dan akan berubah
sesuai “nilai” yang berlaku pada jamannya. Faktor nilai yang berubah itu antara
lain : penerimaan konsep keluarga kecil, meningkatnya ibu hamil pada umur lebih
tua, merebaknya pengawasan elektronik kesehatan janin, perubahan perlakuan
terhadap kelahiran letak sungsang ; fakta penurunan pemakaian vakum dan forsep
ekstraksi, meningkat ibu hamil yang gemuk, ketakutan akan adanya trauma jalan
lahir serta faktor ketakutan pada dokter atas tuntutan hukum bila ada keluaran
pelayanan fetomaternal yang tak memuaskan.
Di 10 RS tipe C di Bali (1999-2000) lima penyebab terbanyak tindakan SS
adalah : perdarahan ante partum (15%), kelainan letak/sungsang (14%), gawat
bayi (12%), post SS (10%), partus lama/kasep (9%), dystosia (7%), ketuban pecah
dini (7%). Di RS swasta didapatkan 45% karena sebab “lain-lain” , 23% karena
bekas SS.
SS diindikasikan pada
situasi dystocia , adanya kemacetan
persalinan dan kelahiran pervaginam tidak memungkinkan. Dari 3 faktor yang
penting maka sempitnya jalan lahir (passage)
serta besar dan posisi janin (passenger) sangat berperan sedangkan
faktor his (power) masih mungkin
diperbaiki dengan pemberian medikamentosa berupa uterotonika. Perjalanan
persalinan dengan komplikasi juga bisa merupakan indikasi untuk melakukan SS
seperti :
- Dystocia, persalinan macet menimbulkan partus lama atau
partus kasep
- Kegawatan
bayi pada saat pembukaan belum lengkap
- Tali pusat menumbung
- Plasenta previa atau solution plasenta
- Gagal induksi persalinan
- Gagal trial forseps atau vakum ekstraksi
- Bayi makrosomia
- Panggul sempit
Keadaan medis lain yang
menyebabkan tindakan SS lebih cepat diambil misalnya :
- Pre-eklampsia dan eklampsia
- Hipertensi
- Beberapa kasus anak kembar
- Bayi risiko tinggi
- Ibu
dengan HIV atau Herpes genitalis yang sedang aktif
- Bekas seksio ( masih ada kontroversi)
KOMPLIKASI YANG BISA TERJADI (1,2,3.)
Semua
tindakan pembedahan selalu akan memberikan risiko timbulnya komplikasi meskipun
belakangan ini hal tersebut dapat diminimalisasi. Oleh karena itu sangat penting
untuk melakukan kajian mendalam terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk melakukannya
dan menyampaikannya secara jelas pada pasien dan keluarganya (informed consent).
Meskipun
derajat keamanannya semakin meningkat akan tetapi tindakan SS tetap mempunyai risiko:
perdarahan ; infeksi ; perluasan perlukaan ; kemungkinan SS berulang ; menyebabkan
timbulnya placenta previa serta placenta
adhesiva (accreta; increta dan percreta)
pada kehamilan berikutnya yang berakibat histerektomi. Belum lagi kalau ada
komplikasi anasthesi. Irisan luar
operasi SS bisa secara longitudinal linea
mediana atau (yang paling lazim sekarang) dengan cara melintang Pffanenstiehl.
Risiko pada bayi bisa mengalami neonatal
depressi karena efek anastesi atau cedera irisan pisau bedah pada bayi.
Keduanya, baik ibu dan bayi, mengalami hospitalisasi lebih lama di RS dan
kemungkinan untuk mendapatkan nosokomial infeksi lebih besar. Ibu terlambat
melakukan bonding dengan bayinya
karena prosedur pasca bedah dan karena masih sakitnya luka operasi.
ELEKTIF SEKSIO SESARIA (
1,2, 6,7 )
Belakangan
ini ada istilah yang disebut sebagai Cesarean
on demands atau Cesarean on request.,
yang sesungguhnya lebih tepat disebut sebagai Elective CS , yaitu tindakan primer SS yang dilakukan pada saat
tertentu yang disepakati dengan persiapan operasi yang memadai. Memang Elective
CS bisa disebabkan karena adanya permintaan pasien tetapi juga bisa karena
alasan medis tertentu. Kalau jelas ada panggul sempit maka melakukan primer SS
pada waktu yang dipilih pastilah sangat menguntungkan. Cara elektif ini
mempunyai kelebihan dibandingkan SS dadakan / ditengah adanya kegawat-daruratan
oleh karena ada persiapan dengan baik sehingga risiko komplikasi dapat
diminimalkan. Atas pertimbangan adanya
otonomi pasien, karena alasan tertentu, ada beberapa konsumen yang meminta
dilakukan SS yang sesungguhnya berdasarkan alasan medis masih memungkinkan
lahir pervaginam. Atas masalah ini di kalangan medis terjadi pro dan kontra .
VAGINAL BIRTH AFTER CESAREAN (VBAC) ( 1,2, 8,9,10 )
Meskipun ada trend
demikian tetap ada main stream yang
tetap menginginkan angka kejadian SS harus diturunkan. Sebagai anggota
masyarakat dunia kita sudah menyetujui standar WHO tentang angka SS yang tidak
melebihi angka 15% di RS rujukan. Risiko kejadian perdarahan post partum,
infeksi puerperalis, SS berulang,
meningkatnya kejadian pasenta previa
dan lain lain lebih tinggi dibandingkan kalau lahir pervaginal. Telah
terbukti bahwa secara keseluruhan maka kelahiran pervaginam yang aman
memberikan keuntungan lebih banyak dalam hal morbiditas dan mortalitas terhadap
ibu dan anak serta dengan biaya yang lebih murah.
Oleh
karena itu ada gerakan yang di mulai tahun 1978 untuk melakukan upaya vaginal birth after cesarean (VBAC) ,
yaitu memberikan kesempatan lahir pervaginam untuk kasus kasus yang penyebab SS
yang dulu tidak permanen. Terjadi peningkatan VBAC terutama tahun 1980 – 1990
ditengah masih gencarnya pro dan kontra VBAC dan elective cesarean. Belakangan terjadi penurunan implementasi VBAC
karena sejak tahun 2004 ACOG (American
College of Obstetricians and Gynecologists) mensyaratkan agar pada
perlakuan VBAC harus ada tim monitoring ketat dokter yang siap setiap saat,
karena kejadian rupture uteri bisa fatal baik untuk ibu dan bayinya.
PERSALINAN DENGAN ANASTHESIA EPIDURAL(1,2, 11 )
Melahirkan tanpa
rasa sakit sudah menjadi biasa di luar negeri. Hampir 50% ibu melahirkan di
Amerika Serikat di Rumah Sakit mempergunakan metode ini akan tetapi belum popular di Indonesia karena harus
melibatkan dokter spesialis anasthesi yang jumlahnya masih sedikit. Cara ini
sesungguhnya adalah regional anathesia yang
khusus memblok rasa nyeri (analgesia) dari
bagian tubuh tertentu dengan membiarkan pasien tetap sadar sehingga pasien
mengetahui apa yang terjadi saat persalinan. Obat-obatan yang dipakai misalnya bupivacaine, chloroprocaine atau lidocaine. Untuk memperkecil dosis dan
memperpanjang efek analgesianya sering dicampur dengan opioid atau narcotics. Kombinasinya
dengan epinephrine, fentanyl, morphine atau
clonidine untuk memperpanjang efek
analgesianya dan mempertahankan tekanan darah ibu yang melahirkan.
Terlebih
dahulu ibu hamil harus sudah inpartu (fase aktif, pembukaan serviks minimal 4
cm) dan diberikan infus cairan yang kemudian dilakukan suntikan lewat tulang
belakang (areal lumbo-sacral) dan
memasukkan kateter mini dan dibiarkan disana untuk mengatur dosis obat yang
diberikan. Dengan kateter mini yang difiksasi ini menyebabkan ibu boleh
bergerak bebas tanpa takut terlepas.
Keuntungan pemakaian epidural anesthesia:
· Mengijinkan pasien untuk merasa rileks,
nyaman dan istirahat pada saat proses persalinan .
- Karena tanpa nyeri maka memberikan pengalaman melahirkan yang
menyenangkan.
- Ibu tetap sadar sehingga tetap bisa partisipasi aktif dalam proses
persalinan.
- Seandainya gagal dan dilanjutkan dengan operasi seksio sesaria, maka
hal itu tak menjadi masalah.
Sisi kerugiannya adalah :
- Dapat menimbulkan penurunan tekanan darah sampai syok.
- Mengalami nyeri kepala yang hebat.
- Harus ubah ubah posisi karena dapat menghambat persalinan.
- Efek samping seperti : menggigil, telinga mendenging, nyeri pada bekas
suntikan di bokong belakang, mual sampai muntah sampai gangguan kencing.
- Kadang menganggu kekuatan mengedan sehingga perlu dilakukan vakum atau
forsep.
- Kaki sering merasa ”tak enak” beberapa jam setelah melahirkan.
- Dalam keadaan jarang , terjadi kerusakan syaraf pada tempat suntikan.
Biaya persalinan tentu menjadi meningkat karena
harus ditangani oleh dua spesialis yang bekerja sama sampai persalinan usai
yang sering mengambil waktu sampai 6 – 8 jam.
PERSALINAN DALAM AIR ( WATER
BIRTH ) ( 12,13,14 )
Belakangan
ini sedang berkembang cara persalinan dalam air yang dianggap cukup aman untuk
ibu dan bayinya dan memberikan keuntungan bisa mengurangi rasa nyeri dan trauma
persalinan. Disebutkan bahwa: pengalaman persalinan yang menegangkan, takut,
cemas, nyeri akan diubah menjadi pengalaman yang nyerinya berkurang, suka cita
, menggembirakan dan lebih nyaman serta dihubungkan dengan nilai spiritual. Ibu
hamil aterm tanpa komplikasi bersalin dengan cara berendam dalam air hangat
(yang dilakukan dalam bathtub atau
kolam) dengan tujuan mengurangi rasa nyeri kontraksi dan memberi sensasi rasa
aman. Sampai saat ini himpunan profesi POGI belum memasukkannya water birth sebagai cara pertolongan persalinan
resmi dan menyerahkannya sebagai cara persalinan alternative (complementary) yang pelaksanannya
diserahkan sepenuhnya pada kesepakatan antara pasien dan dokter penolongnya. Sejarahnya
dimulai di Rusia, Igor Charkovsky melakukan penelitian kemungkinan keuntungan
melahirkan dalam air.
Persayaratan untuk mengikuti
metode persalinan ini antara lain:
-
ibu hamil risiko rendah
- tak mengalami infeksi vagina, saluran
kencing dan kulit
- tanda vital ibu dan bayi dalam batas
normal
- relaksasi dan penanganan nyeri setelah
dilatasi serviks 4 -5 cm
- pasien setuju mengikuti instruksi
penolong, termasuk keluar dari kolam air jika diperlukan.
Metode ini sudah dipraktekkan di banyak negara : USA, Kanada, Australia,
Selandia Baru, Jerman, Belanda dan Jepang. Keuntungan untuk ibu yaitu
memberikan rasa nyaman karena lebih relaks dan mengurangi rasa nyeri persalinan
dan mengurangi episiotomi karena jalan lahir mudah melar sehingga robeknya
minimal. Keuntungan untuk bayi mengalami
persalinan yang lebih fisiologis karena bayi sudah terbiasa berendam dalam air
ketuban yang relatif suhunya disesuaikan.
PERSALINAN TERATAI (LOTUS BIRTH) ( 15,16 )
Sebenarnya
ini bukan cara persalinan akan tetapi lebih fokus pada bagaimana memperlakukan
placenta yang sudah lahir yang masih berhubungan dengan perawatan bayinya. Praktiknya
tali pusat dibiarkan intak tanpa diklem atau dipotong. Sejarah di balik pelaksanaan metode ini adalah
kepercayaan di Tibet, Zen Buddisme dan Hindu yang mempercayai bahwa Budhha
Gautama, Padma Shambava dan Wisnu lahir secara utuh, sebagai orang suci. Yang
penting disini adalah keyakinan serta kemampuan untuk melaksanakan metode ini
secara ketat dan dipenuhi persyaratannya. Ada perawatan khusus supaya plasenta
tidak bau, kontaminasi kuman , tidak basah sampai tali pusatnya copot sendiri
yang bisa berlangsung 4 – 8 hari. Plasenta dibiarkan terbuka supaya cepat kering
dan tak berbau. Untuk mempercepat pengeringan sering diberikan garam, sejenis
minyak berbau lavender, atau bubuk ramuan untuk pembunuh bakterinya.Ketika
plasenta menjadi kaku dan keras maka harus diperlakukan hati hati saat
memindahkan bayi. Lotus birth ini
jarang dilakukan di rumah sakit dan banyak diperaktekkan di persalinan rumah.
BAGAIMANA SIKAP PROFESIONAL
Sikap
seorang profesional dalam pertolongan persalinan semestinya dipandu oleh etika
profesi yang menekankan pada : beneficence
; non-maleficence ; autonomy dan justice. Sikap yang dinasihatkan atau diambil haruslah
untuk kepentingan pasien dan hanya setelah mendapatkan persetujuan pasien
semuanya dilakukan dengan cara : lege
artis, artinya dilakukan dengan benar, hati hati dan bertanggung jawab. Semua
itu bisa diatasi lewat informed consent yang
memenuhi unsur : complete, correct and
clear. Dan berdasarkan prinsip otonomi maka pasien berhak memilih apa yang
terbaik bagi dirinya.
Organisasi profesi POGI belum
memasukkan water birth dan lotus birth sebagai standar meskipun
metode ini sudah mulai berkembang dan biarlah hal itu menambah pilihan yang
semakin banyak untuk kepentingan pasien itu sendiri.
Untuk itu perlu diperhatikan hal
hal sebagai berikut :
- Cara
persalinan terbaik di dunia adalah : SAFE
VAGINAL BIRTH
- Once cesarean
is not always cesarean
- SS harus berdasarkan indikasi : tidak mungkin lahir
per-vaginam atau lebih berbahaya lahir pervaginam untuk bayinya.
- SS memberikan risiko dan biaya lebih tinggi.
- Ingin
melakukan sterilisasi tubeomi bukan merupakan indikasi SS.
- Semua
macam cara persalinan harus masuk dalam bahan informed consent
- Meskipun
sudah dipraktekkan diberbagai negara water
birth dan metode Lotus birth belum
mendapat pengakuan dari lembaga profesi POGI. Diupayakan agar selalu ada
advokasi disertai dengan bukti penelitian bahwa metode terkait terbukti
aman dan bermanfaat sebagai suatu pilihan cara persalinan.
- Keputusan
yang terbaik adalah bila pasien dan dokternya telah sepakat pada cara yang
terpilih dan untuk selanjutnya dokter harus bertindak secara hati hati dan
bertanggung jawab.
KEPUSTAKAAN :
- Cunningham
FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC, Wenstrom KD (Eds) :
Williams Obstetrics, 22nd Edition 2005, Chapter 25 Cesarean
Delivery and Peripartum Hysterectomy : 585-605
- Sarwono
Prawirhardjo (Ed): Ilmu Kebidanan : Yayasan Bina Pustaka; Jakarta 2003
- Rao BK. Global aspects of a rising cesarean section
rate. In : Popkin DR, Peddle IJ (Eds). Women’s Health Today, Perspective
on current research and clinical practice. The proceedings of the XIV
World Congress of Gynecology and Obstetrics, Montreal, September 1994, The
Parthenon Pub.Group, New York: 1994:55-8
- Kornia Karkata, Suyasa Jaya : Changing trends in
Cesarean Section (CS) in Bali in Ten Years Period, 1984-1994. Majalah
Kedokteran Udayana (MKU) Juli 1998, Vol 29; 101:127-31
- Kornia Karkata. Kecendrungan peningkatan seksio
sesarea : Apakah itu malapetaka? Majalah Kedokteran Udayana (MKU), April
2005 Vol 36;128:128-35.
- Bewley S, Cockburn J : The unethics of ‘request’
caesarean section (commentary). Br J Obstet Gynaecol 109; 593, 2002a
- Minkoff H, Chervenak FA: Elective primary cesarean
delivery . N Engl J Med 348: 946, 2003
- Sanchez-Ramos L, Kaunitz AM, Peterson HB, et al : Reducing cesarean sections
at a teaching hospital. Am J Obstet Gynecol ;163:1081, 1990
- American College of Obstetricians and
Gynecologists: Vaginal birth after previous delivery. Practice Bulletin No
54,July 2004.
- American College of Obstetricians and
Gynecologists. Task force on cesarean delivery rates: Evaluation of
cesarean delivery. June 2000.
- Ros, Andrea,
Ricardo Felberbaum, Iris Jahnke, Klaus Diedrich, Peter Schmuker and Michael
Huppe.2007 “Epidural anaesthesia for labour: does it influence the mode of
delivery? In : Archieves of Gynecology and Obstetrics.
V.275(4):269-274(6).
- Gilbert R; Tookey P.(1999,Aug 21). Perinatal
mortality and morbidity among babies delivered in water: surveillance
study and postal survey. BMJ 319(7208):483-7
- Zimmerman R; Huch A; Huch R.1993.”Water birth – Is
it safe?” Journal of Perinatal Medicine 21:5
- Johnson Paul (1996). Birth under water – to breathe
or not to breathe. B J Obstet Gynecol ; 103(3) : 201-8
- Rachana , Shivam. Lotus birth, Greenwood Press,
Australia 2000
- Purvati Baker, Jeanine . Prenatal Yoga &
Natural Childbirth. North Atlantic Books, USA,2001
*
* * *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar