ASPEK ETIKA PADA PEMERIKSAAN USG KASUS OBSTETRI
Made Kornia Karkata
Divisi Feto-Maternal , Bagian Obstetri Ginekologi
FK Udayana, RSUP Sanglah Denpasar.
RINGKASAN
Telah
terjadi perubahan yang luar biasa di seluruh dunia akibat perkembangan ilmu dan
teknologi kedokteran yang disertai pula adanya perubahan di masyarakat sendiri
akibat pendidikan, peningkatan kesejahteraan ekonomi, keterbukaan informasi,
serta tuntutan untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan yang bermutu serta kesadaran akan hak dan otonomi
pasien untuk menentukan apa yang terbaik bagi dirinya. Sebagai akibatnya telah terjadi pergeseran nilai dan
prilaku di masyarakat dan profesi dalam menjawab perubahan tersebut. Sejak
penemuan USG yang dimulai sekitar tahun 70-an maka, pada dekade berikutnya penggunaan
USG dalam bidang obstetri semakin berkembang dengan cepat. Disamping
teknologinya lebih canggih dengan kemampuan resolusi gambar yang lebih tinggi,
adanya perkembangan teknologi 3 – 4 D, harganya juga semakin terjangkau
sehingga memudahkan alat USG ini dapat dibeli oleh setiap tenaga kesehatan dan
bisa dipakai untuk meningkatkan ketepatan diagnosis kesehatan ibu dan bayinya. Pemakaian suatu alat canggih, yang berharga
mahal, bisa berdampak positif atau sebaliknya. Sama seperti alat alat kedokteran
yang lain maka penggunaan alat USG dalam bidang obstetri harus dipayungi oleh
etika profesi yang memandu operatornya agar setiap pemakaian alat USG tersebut benar
benar bermanfaat bagi ibu hamil dan bayinya.
Dan dalam rangka usaha pasutri untuk mencari ”bayi
sempurna” maka sekarang masyarakat menuntut dokter agar dapat melakukan pemeriksaan
USG dengan lebih teliti pada pemeriksaan
ante natal. Sebagian masyarakat bahkan beranggapan bahwa pemeriksaan USG jauh
lebih penting dibandingkan pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan pada
saat kehamilan. Terlepas dari pendapat kelompok RADIUS (Routine Antenatal Diagnostic Imaging Ultrasound) yang menyimpulkan
bahwa skrining USG tidak memberikan manfaat klinik yang signifikan, namun para
klinisi masih tetap sepakat bahwa
pemeriksaan USG akan meningkatkan ketepatan umur kandungan, terutama pada
trimester pertama, ada tidaknya kehamilan ektopik, deteksi dini kelainan
bawaan, kehamilan ganda, dead conceptus
and blighted ova dan diagnosis kehamilan serotinus. Belakangan ini sudah sangat berkembang tehnik
pemeriksaan diagnosis prenatal ,
dengan memakai USG atau digabung dengan pemeriksaan laboratorium melalui cara invasif
ataupun tidak, yang masih dapat dipertanyakan
dipandang dari segi etikanya. Dalam pemeriksaan
USG obstetri maka dapat saja muncul masalah etika yang dikaitkan dengan :
kualitas peralatan USG yang dipakai; tehnik pemeriksaan ; persyaratan operator;
indikasi dan cara pemeriksaan; dan aspek lain yang menonjol belakangan ini
seperti penentuan jenis kelamin, prenatal
informed consent for sonogram (PICS), kelainan kongenital dan salon foto
janin.
Apapun tindakan pemeriksaan USG Obstetri yang akan
dilakukan haruslah mempunyai indikasi yang kuat dan memenuhi prinsip prinsip etika
yaitu : beneficence , non-maleficence, autonomy
dan justice, yang semuanya fokus
ke tujuan untuk memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi pasien. Dengan
demikian sesungguhnya setiap dokter yang akan melakukan pemeriksaan USG akan
mengalami dilema etis sebelum mengambil keputusan klinik yang terbaik untuk
pasiennya. Dilema etis itu sebenarnya untuk menjawab pertanyaan sebagai
berikut: apakah pemeriksaan USG itu diperlukan ? Apa manfaatnya bagi ibu dan
bayi yang dikandungnya? Seberapa besar akurasi diagnosisnya? Seberapa tepat
ramalan prognosisnya? Apa komplikasi yang bisa terjadi dalam jangka pendek dan
dalam jangka panjang? Kalau ada cacat bawaan yang ditemukan apakah bisa
dikoreksi? Kalau pasien, karena temuan USG yang buruk, menolak melanjutkan kehamilannya adakah kemungkinan untuk dilakukan aborsi? Dan
yang tak kalah penting, berapa biaya yang harus dikeluarkan?
Sudah ada kesepakatan bahwa melakukan pemeriksaan
USG dengan mengacu pada etika adalah bila : 1. Semua pasien dan atau
keluarganya berhak mendapatkan informasi tentang risiko adanya cacat bawaan
yang mungkin diketemukan pada setiap pemeriksaan USG; 2. Informasi cara
diagnosis prenatal harus mencakup antara lain indikasi, risiko serta alternatif
pemeriksaan yang lain; 3. Dokter tidak boleh memaksakan kehendaknya tetapi
harus menunggu persetujuan pasien setiap akan melakukan pemeriksaan USG biasa,
apalagi yang invasif ; 4. Setiap pemeriksaan USG harus dilakukan secara lege artis ; 5. Hasil pemeriksaan USG
dengan dokumennya masuk dalam rahasia jabatan; 6. Pemeriksa harus dibekali dengan konseling genetik untuk
membantu pasien dalam menentukan keputusan ; 7. Pemeriksa harus menyetujui
pilihan yang dipilih pasien.
Sesungguhnya etika profesi sebagai suatu ”nilai”
tidaklah statis dan bisa berubah sesuai dengan nilai baru yang berkembang di
masyarakat akibat semua perubahan yang sudah disebutkan diatas. Oleh karena itu
setiap dokter harus memberikan informasi yang memenuhi kriteria 3 C : complete, correct , clear kepada pasien
dan keluarganya tentang pemeriksaan/tindakan USG yang akan dilakukan sampai
akhirnya pasien memberikan persetujuannya (informed
consent). Dan barulah setelah itu dokter melakukan pemeriksaan USG dengan cara
profesional memenuhi prinsip kehati-hatian, teliti dan bertanggung jawab
tentang hasil pemeriksaan yang dibuat. Dan haruslah dibuat diskusi yang lengkap
tentang kesimpulan hasil pemeriksaan dalam bentuk dokumen.
Dalam situasi yang lebih mendalam maka setelah
pemeriksaan USG dasar bisa dilanjutkan dengan pemeriksaan prenatal diagnosis (PND) yang merupakan serangkaian tes untuk
mengetahui penyakit atau kelainan pada janin sebelum bayi itu dilahirkan. Ada 3
tujuan melakukan PND yaitu : 1. untuk mengetahui secara dini cacat yang terjadi
dan (kalau perlu) melakukan koreksi secara medis atau pembedahan saat didalam
rahim atau segera setelah lahir; 2. memberi kesempatan pada orang tua untuk
melakukan penolakan berupa tindakan aborsi ; 3. untuk mempersiapkan orang tua
dan keluarganya secara psikologis, sosial-ekonomi menghadapi dampak saat
kehamilan maupun setelah bayi dilahirkan. Sampai saat ini PND telah berhasil
mendeteksi kelainan bawaan berupa: defek tuba neuralis, kelainan kromosom,
sindroma Down, spina bifida, palatoshisis, penyakit Tay Sachs, anemia sel
sabit, thalasemia, sistik fibrosis, fragile
x syndrome; dan kelainan fisik lainnya seperti hidro/mikro sefalus ,
pertumbuhan bayi terhambat, kelainan jantung bawaan , anomali saluran cerna dan
perkencingan dan lain lain. PND dapat dilakukan dengan cara non-invasif seperti
: pemeriksaan fisik ibu hamil, evaluasi denjut jantung bayi, pemeriksaan USG;
dengan pemeriksaan sedikit invasif seperti: pemeriksaan biokimia serum darah
ibu, tes tripel, pengambilan tropoblast trans-servikal; atau dengan pemeriksaan
invasif berupa: CVS (chorionic villous
sampling), amniosentesis, embrioskopi/fetoskopi dan PUBS (percutaneous umbilical blood sampling).
Perkembangan terbaru sedang dirintis teknologi FISH (fluorescent in situ hybridization) dan pemisahan sel fetus dari
darah ibu.
KESIMPULAN :
Sebagai profesional yang akan mengabdikan ilmu dan
ketrampilan yang dipunyai untuk kepentingan pasien, haruslah selalu melihat
aspek : beneficence ; non malficence ;
autonomy dan justice . Demikian
juga dalam hal melakukan pemeriksaan USG dasar harus ada advokasi dan
memberikan pilihan pada pasien dengan cara memberikan informasi yang memenuhi
syarat : complete ; clear and correct
dan selanjutnya harus mendapatkan consent
yang bisa verbal, non verbal atau tertulis. Dan setelahnya operator harus
melakukannya secara hati hati dan bertanggung jawab dengan membuat dokumen
hasil pemeriksaan USG dan dilakukan secara profesional. Untuk kepentingan
pasien, kalau belum jelas, apalagi mencurigakan sesuatu, maka rujukan kepada sejawat
senior yang lebih kompeten perlu dilakukan.
KEPUSTAKAAN
- Dewan Pertimbangan
POGI : Panduan Etika dan Profesi Obstetri dan Ginekologi di Indonesia
(Good Practice in Obstetrics & Gynecology) ; Juni 2011
- Carrera JM.
Editorial: The dialogue of prenatal ultrasonographic diagnosis. Ultrasound
Riview; Obstet Gynecol 2001;2:193-4
- Carrera JM.
Bioethical aspects of ultrasonographic and invasive prenatal diagnosis. In
: Carrera JM, Chervenak FA, Kurjak A.(Eds). Controversies in perinatal
medicine. Studies on the fetus as a patient. London The Parthenon
Publishing Group 2003:282-8
- Skupski DW,
Chervenak FA, McCullough LB. Routine obstetrics ultrasound. Internat J
Gynecol Obstet 1995;50:233-42
- Chervenak FA,
McCullough LB. Ethics in fetal medicine. Bailliere’s Clinical Obstet
1999;13:491-502
- Mose JC. Aspek Etik
pada Pemeriksaan USG Obstetri. Maj Obstet Ginekol Indones Vol 32,No 2
April 2008:65-73
- Cunningham FG,
Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC, Wenstrom KD (Eds),
William’s Obstetrics, 22nd Ed.2005.Chapter 16 : Ultrasonography and
Doppler : 389-406
- Elina Hemminski.
Ethical and social aspects of evaluating fetal screening.In : Donna L
Dickenson (Ed). Ethical Issues in Maternal Fetal Medicine. Cambridge
University Press 2002 : 183-92
- Chervenak FA, Mc
Cullough LB: Ethics in Obstetric Ultrasound: The Past 25 Years in Perspective
; Donald School Journal of Ultrasound in Obstetrics and Gynecology,
April-June 2011;5(2):79-84.
- ACOG : Non Medical
use of Obstetric Ultrasonography ; ACOG Committee Opinion , No. 297,
August 2004.
* *
* * *
Denpasar
: 18 November 2012
PKB 6
Obgin
Salam sejahtera.. perkenalkan saya bidan daerah yang rutin mengadakan workshop pelatihan USG untuk bidan2 dan dokter di daerah. Materi yg diajarkan adalah USG antenatalcare fisiologis sesuai kewenangan profesi. Apakah dokter bersedia menjadi pengajar dlm pelatihan kami?
BalasHapus